APBN 2026 Lebar, Defisit Naik Akibat TKD dan Belanja Pusat

1 hour ago 1

JAKARTA - Keputusan krusial telah diambil. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyepakati pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran 2026. Keputusan ini, yang saya rasakan dampaknya begitu besar bagi pergerakan ekonomi kita, salah satunya dipicu oleh kebijakan penambahan anggaran signifikan untuk program Transfer ke Daerah (TKD).

Kesepakatan ini terkuak dalam forum penting, yaitu rapat kerja antara Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Agenda utamanya adalah penyampaian dan pengesahan laporan Panja-Panja serta pengambilan keputusan Tingkat I Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN Tahun Anggaran 2026. Sebuah momen yang penuh pertimbangan matang demi stabilitas keuangan negara.

Hasil rapat tersebut menetapkan defisit APBN untuk tahun 2025 akan membengkak menjadi Rp 689, 1 triliun. Angka ini setara dengan 2, 68?ri Produk Domestik Bruto (PDB), sebuah peningkatan dari proyeksi awal sebesar Rp 638, 8 triliun atau 2, 48?ri PDB. Saya membayangkan betapa rumitnya perhitungan di balik angka-angka ini, demi menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan negara.

"Ini untuk memenuhi TKD tadi dan sisanya belanja pemerintah pusat, " kata Ketua Banggar DPR Said Abdullah dalam rapat yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/9/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa alokasi untuk daerah menjadi prioritas dalam penyesuaian anggaran kali ini.

Dalam postur terbaru APBN 2026 yang disepakati, lonjakan defisit ini terjadi karena adanya kenaikan anggaran belanja, sementara target pendapatan negara tetap dipertahankan. Sungguh sebuah keseimbangan yang harus dijaga dengan cermat.

Postur anggaran belanja negara mengalami kenaikan, dari angka sebelumnya Rp 3.792, 4 triliun menjadi Rp 3.842 triliun. Sementara itu, target pendapatan negara tetap kokoh di angka Rp 3.153, 6 triliun. Ini menunjukkan adanya dorongan untuk memperbesar belanja negara demi memacu pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan belanja negara tersebut didorong oleh peningkatan anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) dari Rp 1.498, 3 triliun menjadi Rp 1.510, 5 triliun. Namun, menariknya, belanja non K/L justru mengalami sedikit penyusutan, dari Rp 1.644, 1 triliun menjadi Rp 1.639, 2 triliun. Sebuah penyesuaian yang patut dicermati arahnya.

Lebih lanjut, anggaran untuk TKD mengalami kenaikan substansial. Dari target awal yang hanya sebesar Rp 650 triliun, kini melonjak menjadi Rp 693 triliun. Penambahan ini tentu diharapkan dapat memberikan stimulus yang lebih besar bagi pembangunan di seluruh penjuru negeri. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |