BATAM - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau kini tengah berupaya keras menindaklanjuti arahan terbaru dari jaksa. Fokus utama mereka adalah berkas perkara dugaan korupsi pada proyek revitalisasi Pelabuhan Batuampar yang bernilai fantastis Rp75 miliar. Ada harapan besar agar penanganan kasus ini bisa segera tuntas dan memberikan keadilan.
Petunjuk yang diberikan jaksa, tertuang dalam surat P-19, muncul setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menemukan bahwa berkas tahap pertama penyidikan belum memenuhi kelengkapan baik secara formal maupun materiil. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi tim penyidik.
AKBP Gokma Uliate Sitompul, Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Kepri, menjelaskan bahwa fokus saat ini adalah memperkuat aspek pembuktian teknis. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menelusuri secara mendalam peran serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan proyek tersebut. “Kami sedang menindaklanjuti petunjuk jaksa. Salah satunya terkait keterangan tambahan dan dokumen pendukung yang diminta, ” ujar Gokma, Kamis (30/10).
Mengenai peran konsultan pengawas, Gokma menegaskan bahwa hingga saat ini, status mereka masih sebatas saksi. “Konsultan masih saksi, ” katanya singkat, menunjukkan bahwa penyelidikan masih terus berkembang dan belum mengerucut pada penetapan tersangka baru dari kalangan mereka.
Ironisnya, proyek yang digadang-gadang akan menjadi wajah baru Pelabuhan Batuampar itu justru terbengkalai tak kunjung selesai. Padahal, dana proyek yang sudah dicairkan hingga termin kelima telah mencapai angka sekitar Rp63 miliar. Di lokasi, pemandangan yang tersisa hanyalah pancang-pancang dan beberapa kontainer, tanpa ada tanda-tanda pembangunan yang signifikan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan dan akuntabilitas penggunaan anggaran yang telah disalurkan.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya. “Konsultan pengawas semestinya memastikan pekerjaan sesuai progres dan spesifikasi. Namun hasilnya tidak terlihat, ” keluhnya, menggambarkan betapa jauhnya realisasi dari harapan.
Sebelumnya, Kasi Penuntutan Pidsus Kejati Kepri, Aji Satrio Prakoso, membenarkan adanya pengembalian berkas perkara ke pihak penyidik. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan karena berkas belum memenuhi syarat hukum yang ditentukan. “Kami telah mengembalikan berkas dengan disertai petunjuk (P-19). Selain unsur pidana, kami juga menekankan aspek pengembalian kerugian negara, ” tegas Aji.
Hingga kini, tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek ini. Para tersangka berasal dari berbagai unsur, termasuk pejabat BP Batam, pihak konsorsium, dan rekanan kontraktor. Ini menunjukkan adanya keterlibatan banyak pihak dalam dugaan penyimpangan tersebut.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara ditaksir mengalami kerugian lebih dari Rp30 miliar. Kerugian ini timbul akibat pembayaran pekerjaan fiktif dan ketidaksesuaian kontrak yang terjadi selama proyek berlangsung.
Para tersangka masing-masing berinisial AM (Pejabat Pembuat Komitmen BP Batam), IMA (kuasa konsorsium penyedia), IMS (Komisaris PT Indonesia Timur Raya), ASA (Dirut PT Marinda Utama Karya Subur), AHA (Dirut PT Duri Rejang Berseri), IRS (Direktur PT Teralis Erojaya, konsultan perencana), dan NFU dari tim pelaksana penyedia. Nama-nama ini kini menjadi fokus utama dalam upaya penegakan hukum.
Proyek revitalisasi senilai Rp75 miliar ini, yang seharusnya memperkuat fasilitas bongkar muat Pelabuhan Batuampar, kini justru menjadi simbol mangkraknya pembangunan. Publik masih menanti dengan penuh harap siapa yang akhirnya akan bertanggung jawab penuh atas proyek yang tak kunjung berdiri tegak ini. (PERS)
















































