PUNCAK JAYA - Di balik sunyi pegunungan dan lembah hijau Puncak Jaya, sekelompok prajurit TNI dari Satgas Yonif 613/Raja Alam menulis kisah pengabdian yang tak biasa. Mereka bukan hanya penjaga perbatasan dan keamanan, tetapi juga penjaga masa depan menjadi guru bagi anak-anak di pedalaman yang haus akan ilmu pengetahuan. Selasa (4/11/2025).
Setiap pagi, suasana di Titik Kuat Distrik Dokome berubah menjadi riuh penuh semangat. Anak-anak berlari menyambut para prajurit berseragam loreng yang membawa buku, pensil, dan papan tulis sederhana. Di bawah langit Papua yang cerah, mereka belajar membaca, menulis, dan berhitung ditemani senyum dan kesabaran para prajurit yang kini menjelma menjadi “guru rakyat”.
“Kami sangat bersyukur dengan kehadiran bapak-bapak TNI di kampung ini. Anak-anak jadi rajin belajar karena merasa diperhatikan. Mereka senang, dan kami pun bangga melihat semangat itu tumbuh lagi, ” ujar Pinanggen Enumbi, Kepala Kampung Distrik Dokome, dengan nada haru.
Kegiatan belajar di Pos Satgas berlangsung sederhana, tanpa bangku sekolah atau papan tulis permanen. Namun semangat anak-anak tak pernah padam. Mata mereka berbinar setiap kali berhasil menulis nama sendiri atau membaca kalimat baru.
Bagi para prajurit, momen itu menjadi penghargaan tertinggi atas tugas pengabdian mereka.
“Melalui program TNI Mengajar, kami ingin menyiapkan generasi muda Papua yang cerdas, berkarakter, dan mencintai bangsanya. Mereka adalah Generasi Emas yang akan membawa kemajuan bagi Tanah Cenderawasih, ” tutur Kapten Inf Sudarno, Komandan Titik Kuat Dokome.
Program ini menjadi wujud nyata dari semangat “TNI Hadir dengan Hati”, sebuah gerakan yang mengedepankan nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan kepedulian sosial di daerah-daerah terpencil.
Kegiatan “TNI Mengajar” bukan sekadar proses belajar-mengajar, melainkan jembatan kasih antara negara dan rakyatnya. Di tangan para prajurit Raja Alam, pendidikan menjadi cahaya yang menembus batas geografis dan keterisolasian.
Melalui kegiatan ini, TNI tak hanya menjaga keamanan wilayah, tetapi juga menjaga harapan bahwa setiap anak Papua berhak bermimpi besar dan menatap masa depan dengan keyakinan.
Dari ujung timur Indonesia, kisah ini menjadi pesan bagi seluruh negeri: bahwa pengabdian tidak selalu tentang senjata, tetapi juga tentang pena, buku, dan cinta untuk tanah air.
(Lettu Sus/AG)







































