DAK Mengecil, Tantangan Bagi Kepala Daerah Terpilih “Strategi Baru atau Pasrah?

1 month ago 26

OPINI -   Tahun 2025 menjadi ujian berat bagi kepala daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Pemangkasan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik berdasarkan KMK No. 29 Tahun 2025, telah memangkas lebih dari Rp567 miliar atau berkurang 57?ri total anggaran awal Rp1, 04 triliun.

Kini, Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota di Sumatera Barat hanya memiliki Rp475, 89 miliar, untuk melanjutkan pembangunan yang telah dirancang.

Bagi kepala daerah yang baru terpilih, ini bukan sekadar tantangan biasa—ini adalah ujian kepemimpinan. Apakah mereka akan mampu beradaptasi dan mencari solusi inovatif, atau justru terjebak dalam keluhan tanpa aksi nyata? Siapa yang Paling Terpukul?

Beberapa daerah mengalami pemotongan anggaran yang sangat drastis. Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah yang paling terkena dampak, kehilangan 96, 9% anggarannya—dari Rp77, 77 miliar menjadi hanya Rp2, 43 miliar. Artinya, hampir semua program pembangunan yang bergantung pada DAK harus dipikirkan ulang atau bahkan dihentikan.

Begitu juga dengan Kota Pariaman dan Kabupaten Pasaman Barat, yang kehilangan lebih dari 90?ri dana awalnya. Dengan anggaran yang menyusut drastis, kepala daerah di wilayah ini harus mencari cara untuk tetap menjalankan program prioritas tanpa mengandalkan dana pusat seperti sebelumnya.

Di sisi lain, ada beberapa daerah yang lebih beruntung. Kota Payakumbuh hanya mengalami pemangkasan 11, 1%, sementara Kota Padang Panjang dan Kota Solok tidak mengalami pemotongan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa tidak semua daerah menghadapi krisis yang sama, sehingga strategi yang diterapkan pun harus berbeda-beda.

Pemangkasan DAK: Masalah atau Peluang?

Tentu, pemangkasan DAK bukan kabar baik. Namun, di balik keterbatasan, ada peluang bagi daerah untuk lebih inovatif dan efisien dalam mengelola anggarannya. Jika selama ini banyak daerah bergantung pada dana transfer dari pusat, kini saatnya untuk lebih mandiri. Efisiensi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Jadi, apakah pemangkasan ini akan menjadi pukulan telak bagi pemda se - Sumatera Barat, atau justru menjadi titik awal perubahan dalam tata kelola keuangan daerah?

Semua tergantung bagaimana pemerintah daerah merespons situasi ini. Jika tetap menggunakan pola lama yang kurang terencana dan kurang efisien. Maka pembangunan bisa melambat. Namun, jika efisiensi diterapkan dengan serius dan inovasi dalam pembiayaan dilakukan, pemangkasan ini bisa menjadi momentum perbaikan yang lebih besar di masa depan.

Saatnya Efisiensi, Bukan Hanya Sekadar Pasrah pada Keadaan..

Pemotongan DAK ini mungkin terasa menyakitkan, tetapi kepala daerah yang baru dilatik, tidak bisa hanya mengeluh. Justru, ini saatnya untuk menata ulang prioritas dan mengelola anggaran dengan lebih cermat.

Apalagi, penghematan anggaran sejalan dengan amanat Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 yang menekankan efisiensi dalam belanja pemerintah, terutama dalam belanja barang dan jasa.

Selama ini, banyak daerah masih terjebak dalam belanja yang tidak produktif—mulai dari pengadaan barang yang kurang diperlukan, perjalanan dinas yang berlebihan, hingga biaya rapat dan seremonial yang sebetulnya bisa ditekan. Dengan anggaran yang makin terbatas, pola belanja seperti ini tidak lagi bisa dipertahankan.

Beberapa langkah yang harus segera dilakukan oleh kepala daerah:

  1. Memprioritaskan Anggaran untuk Program yang Benar-Benar Dibutuhkan

Proyek infrastruktur yang berdampak langsung pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat harus didahulukan. Program yang kurang mendesak bisa ditunda atau disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah.

  1. Menekan Belanja Barang dan Jasa yang Tidak Esensial.

Pengeluaran untuk perjalanan dinas, honorarium, serta pengadaan barang yang tidak mendukung layanan dasar perlu dikurangi. Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal komitmen kepala daerah untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola uang rakyat.

  1. Mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Ketergantungan terhadap dana pusat yang tinggi kini harus mulai dikurangi. Kepala daerah perlu lebih kreatif dalam menggali potensi PAD, baik melalui pajak dan retribusi daerah maupun melalui kerja sama dengan sektor swasta.

  1. Mencari Sumber Pendanaan Alternatif.

Selain PAD, pemerintah daerah bisa mencari pendanaan dari hibah nasional dan internasional, serta membuka peluang investasi melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Ini bisa menjadi solusi bagi daerah yang terdampak pemotongan anggaran dalam skala besar.

*Ujian Kepemimpinan di Tahun pertama menjabat.

Pemangkasan DAK datang di saat yang menarik, yakni di tahun transisi kepemimpinan daerah. Bagi kepala daerah yang baru terpilih, ini adalah tantangan sekaligus peluang untuk membuktikan kapasitas mereka dalam menghadapi situasi sulit.

Apakah mereka akan merespons dengan strategi yang matang dan inovatif? Atau justru hanya menyalahkan keadaan tanpa mencari solusi nyata?

Pada akhirnya, masyarakat akan menilai kepemimpinan mereka dari bagaimana mereka menghadapi krisis ini. Sebuah kepemimpinan yang tangguh tidak lahir dari situasi yang nyaman, tetapi dari kemampuannya menghadapi tantangan.

Mengecilnya DAK bukan alasan untuk berhenti membangun—ini justru menjadi ujian sejati bagi kepala daerah dalam mengelola daerahnya dengan lebih baik.

Oleh: Indra Gusnady, SE, M.Si, Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Solok

Read Entire Article
Karya | Politics | | |