Dalang Hoaks Yalimo: Sebby Sambom Diduga Biang Kerusuhan, Rakyat Jadi Korban

1 hour ago 1

YAHUKIMO - Kerusuhan yang sempat melanda Kabupaten Yalimo beberapa waktu lalu menyisakan luka mendalam bagi masyarakat. Aksi brutal massa yang menyerang dengan panah dan bom molotov bukan hanya melukai fisik sejumlah warga, tetapi juga menggores rasa aman di tengah kehidupan sehari-hari. Di balik rentetan peristiwa tersebut, muncul satu nama yang disebut-sebut sebagai aktor utama penyebar kabar bohong: Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM).

Melalui berbagai saluran media sosial, Sebby diketahui kerap melontarkan narasi provokatif yang jauh dari fakta. Ia menuding aparat keamanan menembaki warga sipil, menyebarkan isu bahwa masyarakat Yalimo tidak dilindungi, hingga menarasikan seakan-akan aparatlah penyebab jatuhnya korban. Padahal, informasi tersebut tidak pernah terbukti kebenarannya. Alih-alih membela rakyat Papua, propaganda ini justru menyulut amarah dan mendorong sebagian warga bertindak anarkis di Kampung Elelim.

Hoaks yang Merampas Ketenangan

Tokoh pemuda Yalimo, Markus Yoweni, mengaku prihatin dengan ulah Sebby Sambom yang dianggap hanya memperkeruh keadaan.

“Ia selalu berbicara seolah membela rakyat Papua, tetapi yang ia lakukan justru memecah belah dan membuat masyarakat semakin takut. Hoaks yang disebarkan tidak hanya menodai kebenaran, tetapi juga merampas ketenangan hidup kami di tanah sendiri, ” ujarnya, Kamis (18/9/2025).

Kondisi di lapangan memang memperlihatkan betapa cepatnya informasi menyesatkan menyulut emosi. Akibat kabar bohong itu, sekelompok warga terprovokasi, menyerang dengan panah, bahkan melemparkan bom molotov. Sejumlah orang mengalami luka bakar dan tertembak panah, sementara ketegangan meluas hingga membuat warga lain berlarian menyelamatkan diri.

TNI Jadi Tameng, Bukan Ancaman

Di tengah kekacauan tersebut, aparat TNI justru tampil melindungi warga. Meski dikepung massa, mereka tetap mengedepankan keselamatan sipil. Guru dan masyarakat yang terjebak di lokasi berhasil dievakuasi dengan cepat.

Sikap profesional aparat ini mendapat apresiasi luas, termasuk dari Pendeta Amos Wenda dari Gereja Kingmi di Yalimo.

“Kami melihat aparat justru menjadi tameng bagi warga. Mereka tidak bertindak represif meski diserang, tetapi mengutamakan keselamatan guru dan masyarakat. Di sisi lain, propaganda dari luar negeri yang dilakukan Sebby Sambom jelas-jelas membahayakan kami, ” tegasnya.

Propaganda Digital: Senjata Baru Separatis

Kasus Yalimo menegaskan bahwa perjuangan kelompok separatis kini tidak lagi hanya berlangsung di hutan-hutan, tetapi juga di dunia digital. Hoaks dan disinformasi menjadi senjata baru yang tak kalah berbahaya. Propaganda ini menembus batas, menyebar cepat melalui media sosial, dan mampu mempengaruhi emosi massa dalam waktu singkat.

Tokoh adat menilai, bila masyarakat tidak waspada, maka Papua akan terus diguncang oleh konflik yang sesungguhnya berakar dari kabar bohong. Mereka menyerukan agar semua pihak, mulai dari pemerintah, aparat, hingga tokoh agama dan pemuda, bersatu melawan penyebaran hoaks.

“Yalimo dan Papua butuh kedamaian, bukan kebohongan. Sebby Sambom bukan membela kami, tapi menjual penderitaan rakyat untuk kepentingan kelompoknya, ” ujar salah satu tokoh adat Elelim.

Menutup Ruang Hoaks, Menyulam Damai

Kerusuhan Yalimo menjadi pelajaran pahit betapa destruktifnya dampak disinformasi. Hoaks bukan sekadar kabar bohong; ia bisa berubah menjadi pemicu api yang membakar rumah, melukai tubuh, dan merampas rasa aman.

Kini, harapan masyarakat Papua hanya satu: agar kebenaran ditegakkan, pelaku penyebaran hoaks diungkap, dan Yalimo kembali tenang di bawah naungan persatuan.

“Kami tidak mau terus dijadikan korban. Kami ingin hidup aman bersama keluarga, bukan diperalat demi kepentingan kelompok separatis, ” tutup Markus Yoweni.

(APK/Red1922)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |