Dalih Kemerdekaan yang Menyesatkan: OPM Rampas Ruang Hidup Rakyat Papua

3 hours ago 1

PAPUA - Slogan perjuangan kemerdekaan yang digembar-gemborkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kian kehilangan makna. Di berbagai wilayah pedalaman Papua, kelompok bersenjata itu justru berubah menjadi ancaman nyata bagi rakyat yang mereka klaim perjuangkan.  

Dalam tiga bulan terakhir, aktivitas OPM meningkat tajam di sejumlah distrik seperti Yahukimo, Dogiyai, dan Puncak. Mereka dilaporkan mendirikan pos-pos liar di jalur perlintasan warga, melakukan pemerasan, penyanderaan, hingga melarang masyarakat beraktivitas di ladang. Akibatnya, ribuan warga kehilangan sumber penghidupan dan terpaksa mengungsi ke wilayah yang lebih aman.  

Markus Kotouki, tokoh masyarakat asal Dogiyai, mengungkapkan bahwa tindakan brutal OPM telah membuat kehidupan masyarakat lumpuh total.  

“Mereka mengaku berjuang atas nama rakyat, tapi justru menindas rakyat itu sendiri. Ladang kami diambil, anak-anak takut ke sekolah, dan kami hidup dalam ketakutan setiap hari, ” ujarnya dengan nada getir, Rabu (22/10/2025).  

Markus menilai bahwa semakin banyak warga kini sadar, perjuangan bersenjata yang dilakukan OPM hanya melahirkan penderitaan.  

“Kalau mereka benar pejuang, harusnya membangun, bukan menghancurkan. Sekarang OPM hanya membawa kekacauan dan membuat rakyat Papua semakin miskin, ” tambahnya.  

Sementara itu, Pendeta Yulianus Waine, tokoh gereja dari Paniai, turut menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan dan perampasan ruang hidup rakyat oleh OPM.  

“Tuhan tidak pernah mengajarkan kebencian dan kekerasan. Mereka yang menembak, membakar, dan menakuti rakyat bukan pejuang, tapi pembawa kehancuran. Ini bukan perjuangan, ini pelanggaran terhadap kemanusiaan, ” tegasnya.  

Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan dengan dalih “perjuangan kemerdekaan” kini justru memperlebar jarak antara OPM dan masyarakat Papua sendiri. Banyak warga menilai kelompok tersebut telah kehilangan arah moral dan spiritual dalam perjuangannya.  

Gelombang penolakan terhadap OPM semakin meluas. Masyarakat menuntut hak untuk hidup damai tanpa bayang-bayang senjata dan kekerasan.  

“Kami ingin hidup tenang. Kami ingin anak-anak bisa sekolah dan petani kembali ke ladang tanpa rasa takut, ” tutup Markus penuh harap.  

Fenomena ini memperlihatkan bahwa dalih kemerdekaan yang dipakai OPM kini justru menjerat rakyat Papua dalam lingkaran penderitaan. Suara dari Tanah Papua semakin nyaring: rakyat ingin damai, bukan perang.  

(MN/AG)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |