Dari Senjata ke Pena: Prajurit TNI Satgas Yonif 732/Banau Jadi Guru Bahasa Indonesia di Pedalaman Wangbe

4 hours ago 3

PAPUA - Suara tawa anak-anak pecah di tengah heningnya perbukitan Wangbe. Di sebuah ruang sederhana yang disulap menjadi kelas darurat, prajurit Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 732/Banau duduk berdampingan dengan murid-murid kecil, mengajarkan mereka mengenal huruf, kata, dan lagu kebangsaan. Hari itu, para prajurit bukan sedang berpatroli menjaga perbatasan, melainkan menjadi guru, sahabat, sekaligus teladan bagi generasi muda Papua. Rabu (10/09/2025).

Di bawah bimbingan Letda Inf Ramzy, suasana belajar mengajar berlangsung penuh keakraban. Prajurit berbadan tegap itu tampak sabar menuliskan kata demi kata di papan tulis, sementara rekannya membagikan buku dan alat tulis kepada anak-anak. Mereka tidak hanya mengajarkan Bahasa Indonesia dasar, tetapi juga memperkenalkan lagu-lagu daerah dan nasional yang dinyanyikan bersama. Anak-anak menyambutnya dengan mata berbinar, sementara orang tua yang ikut menyaksikan tak kuasa menahan senyum haru.

“Kami melihat semangat belajar masyarakat Wangbe sangat tinggi. Ini akan kami jadikan program berkelanjutan, agar anak-anak bisa lebih percaya diri dalam berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia, ” ujar Danpos Wangbe, Lettu Inf Gery, dengan penuh optimisme. Ia percaya kemampuan berbahasa Indonesia akan membuka peluang baru bagi anak-anak Papua, baik di dunia pendidikan maupun dalam pergaulan nasional.

Bahasa sebagai Jembatan Harapan

Bagi masyarakat Wangbe, kesempatan belajar langsung dari prajurit TNI adalah sesuatu yang tak ternilai. Selama ini, keterbatasan tenaga pengajar membuat anak-anak kesulitan memahami Bahasa Indonesia dengan baik. Kehadiran prajurit sebagai guru dadakan pun disambut dengan antusias.

Seorang warga Wangbe mengungkapkan rasa syukurnya. “Kami sangat senang dan berterima kasih kepada bapak-bapak TNI. Selama ini anak-anak kami kesulitan berbahasa Indonesia. Dengan diajar langsung seperti ini, mereka jadi lebih semangat. Ini sangat membantu masa depan mereka, ” katanya dengan mata berbinar, seolah menemukan cahaya baru bagi anak-anak kampungnya.

Mengajar dengan Hati, Bukan Sekadar Tugas

Kegiatan di Wangbe ini membuktikan bahwa pengabdian TNI melampaui batas militer. Para prajurit tidak hanya menjaga garis perbatasan, tetapi juga menjaga asa, menyalakan semangat, dan membangun jembatan ilmu.

Mayjen TNI Lucky Avianto, Pangkoops Habema, menegaskan hal itu. “Tugas TNI tidak hanya menjaga perbatasan, tetapi juga membangun jembatan hati dengan masyarakat. Kegiatan di Wangbe adalah cerminan dari kemanunggalan TNI dan rakyat. Bahasa adalah alat pemersatu, dan dengan mengajarkannya, kita tidak hanya menanamkan ilmu, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta tanah air, ” ungkapnya.

Kemanunggalan di Tanah Papua

Di balik seragam loreng yang identik dengan disiplin dan ketegasan, ada kelembutan dan kepedulian yang nyata. Di Wangbe, prajurit Yonif 732/Banau membuktikan bahwa mereka bukan hanya penjaga kedaulatan negara, tetapi juga sahabat yang menuntun masyarakat menuju masa depan yang lebih cerah.

Kisah di Wangbe menjadi bukti bahwa kemanunggalan TNI-rakyat bukan jargon semata. Ia nyata dalam bentuk buku yang dibagikan, lagu kebangsaan yang dinyanyikan bersama, hingga senyum anak-anak yang berani bermimpi lebih besar. Di tanah yang jauh dari hiruk pikuk kota, prajurit TNI menulis sejarah kecil: dari ujung perbatasan, mereka mengajarkan persatuan dengan bahasa dan cinta tanah air.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |