Desa Cikahuripan dalam Orbit Krisis: Warga Protes, Hutan Terancam, Ekosistem Mendekati Titik Kritis

2 hours ago 1

Cisolok, Sukabumi — 18 September 2025 Jika ekosistem adalah persamaan kompleks, maka suara warga Cikahuripan adalah variabel yang tak bisa diabaikan. Dalam forum edukasi bertema “Hutan Lindung sebagai Sumber Kehidupan dan Keberkahan”, warga menjadi pusat gravitasi yang mengguncang lintasan diskusi. Hendra, salah satu warga terdampak, menyuarakan protes keras terhadap praktik penanaman cengkeh di areal hutan yang diduga dilakukan tanpa izin.

“Ini bukan sekadar garapan. Ini sudah jadi masalah sosial. Ketika hutan dijadikan ladang untuk kepentingan pribadi, dampaknya dirasakan oleh seluruh warga, ” tegas Hendra.

Ia menyatakan akan melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib dan meminta investigasi terhadap oknum yang membabat pohon-pohon hutan yang berfungsi menjaga ketersediaan air.

“Saya mewakili warga masyarakat untuk meminta penindakan. Karena dampaknya bukan hanya hari ini, tapi bisa jadi bencana bagi lingkungan kita ke depan.”

Suara Hendra diperkuat oleh Maulana, warga lainnya, yang mempertanyakan legalitas penebangan pohon-pohon yang sebelumnya tergolong terlindungi.

“Kalau dilihat dari video, apakah tidak masuk dalam unsur pidana? Kita jangan menutup mata dan telinga. Ini sudah masuk ranah pidana, ” tegas Maulana.

Ia mengingatkan bahwa penebangan satu dua pohon saja di masa lalu pernah dipersoalkan dan kayunya disita. Kini, kerusakan yang lebih besar harus segera ditindak.

Dalam sesi tanya jawab, seorang anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cikahuripan turut menyampaikan kekesalannya. Ia mengaku mengetahui dugaan aktivitas ilegal melalui video yang beredar di WhatsApp saat masih berada di Jakarta.

“Marah saya, Pak. Karena saya adalah orang yang paling kena dampak. Mereka tertawa, menghasilkan cuan dari semua yang mereka lakukan di pinggir kali dulu. Saya di sini nangis, karena saya yang paling terkena dampak dari kerusakan hutan, ” ujarnya dengan suara bergetar.

Ia menekankan bahwa pelestarian lingkungan bukan hanya untuk hari ini, tetapi demi masa depan anak cucu.

Forum ini bukan sekadar ruang diskusi, melainkan observatorium sosial tempat warga dan pemangku kebijakan mengkaji lintasan ancaman ekologis. Pepen D. Hamid dari DLH Sukabumi memaparkan bahwa pengelolaan hayati adalah satu dari sepuluh program strategis yang dijalankan untuk menjaga keutuhan fungsi lingkungan.

“Lingkungan itu harus tetap utuh dan berfungsi sesuai dengan kodratnya. Kalau tidak diperhatikan oleh kita, oleh siapa lagi?” tegas Pepen.

Ia menyoroti tekanan terhadap alam yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi, dan menjelaskan bahwa lahan di kawasan Cisolok terbagi menjadi dua: milik negara dan milik masyarakat. Bahkan, lahan milik desa dapat ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui Peraturan Desa (Perdes), meskipun secara administratif bukan termasuk hutan lindung.

Rudi Jaya dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat hadir sebagai navigator ekosistem, membuka spektrum klasifikasi hutan: hutan satwa, pelestarian alam, produksi terbatas, dan produksi legal. Ia memperingatkan bahwa gangguan terhadap zona perlindungan akan memicu bencana.

“Kalau diganggu, ya mengakibatkan banyak hal, Pak. Banjir, kesulitan air ketika kemarau, ketika hujan, ya banjir, ” ujarnya.

Kepala Desa Cikahuripan, Jaro Midun, menegaskan bahwa banjir besar tahun 2013 yang merendam ratusan rumah adalah akibat langsung dari penebangan pohon yang masif.

“Pengaduan masyarakat itu nyata. Kalau terus dibiarkan, saya sendiri akan melaporkan ini ke ranah hukum. Sukabumi Mubarokah adalah nafas kita. Menjaga hutan adalah bagian dari komitmen itu, ” tegasnya.

Forum ini menjadi ruang gravitasi bersama, tempat masyarakat dan pemangku kebijakan duduk sejajar dalam lintasan edukasi ekologis. Di tengah ancaman banjir dan longsor yang mengintai seperti asteroid tak terdeteksi, pelestarian hutan bukan hanya tindakan preventif, melainkan investasi kosmis untuk generasi mendatang.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |