KERINCI, JAMBI — Dugaan penyimpangan Dana Desa di Serumpun Pauh, Kecamatan Danau Kerinci Barat, memasuki babak baru. Selama tiga tahun terakhir, desa kecil itu tercatat menghabiskan lebih dari Rp 1, 1 miliar hanya untuk satu jenis kegiatan pembangunan dan peningkatan jalan usaha tani. Namun temuan lapangan dan pengakuan warga justru menunjukkan sesuatu yang jauh berbeda dari laporan resmi pemerintah desa.
Data anggaran memperlihatkan pola yang mencolok. Pada 2022, Desa Serumpun Pauh menggelontorkan Rp 80.261.000 untuk pengerjaan jalan usaha tani. Setahun kemudian, angka itu melonjak drastis menjadi Rp 633.837.000—jumlah yang hampir menyamai total pagu dana desa tahun tersebut. Pada 2024, desa kembali mencairkan anggaran besar untuk dua kegiatan serupa bernilai Rp 244.439.000 dan Rp 167.952.000. Totalnya mencapai Rp 1.126.489.000 atau lebih dari 1 Miliar rupiah dalam kurun tiga tahun.
Namun warga justru mengaku tidak melihat adanya pembangunan jalan yang sebanding dengan nilai miliaran rupiah tersebut. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya memberikan kesaksian mengejutkan.
“Jalan yang dibangun pakai cor cuma satu. Selebihnya cuma timbunan tanah. Dari 2023 sampai 2025 itu terus-terusan timbunan saja. Masyarakat kesal, masa tiap tahun cuma nimbun? Nimbun berapa mobil sih? Beli tanah pun murah, ” ungkapnya.
Kesaksian warga ini menambah tanda tanya besar terhadap transparansi pengelolaan anggaran oleh Kepala Desa Serumpun Pauh, Suharto. Warga menilai pembangunan fisik yang dilaporkan tidak sebanding dengan kondisi lapangan. Minimnya papan informasi proyek serta tidak adanya dokumen teknis yang dipublikasikan memperkuat dugaan bahwa proyek-proyek tersebut berpotensi tidak sesuai dengan laporan resmi desa.
Aktivis Kerinci, Syafri, juga mendesak aparat pengawas melakukan audit mendalam. Ia menilai pola realisasi anggaran yang berulang pada kegiatan yang sama dengan nilai fantastis adalah indikator kuat adanya ketidakwajaran.
Syafri menegaskan bahwa ketika dana ratusan juta rupiah digelontorkan setiap tahun untuk aktivitas serupa, sementara pekerjaan fisiknya tidak terlihat signifikan, maka kemungkinan terjadinya mark up atau penyimpangan anggaran tidak bisa dikesampingkan.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Suharto melalui pesan singkat tidak mendapat respons. Sikap bungkam tersebut kian memicu spekulasi publik bahwa ada persoalan serius dalam pengelolaan dana desa selama tiga tahun terakhir.
Masyarakat kini menuntut Inspektorat Kabupaten Kerinci serta aparat penegak hukum untuk turun tangan dan membuka secara terang benderang penggunaan dana rakyat yang nilainya mencapai miliaran rupiah tersebut.(son)









































