MANOKWARI - Dalam sebuah putusan yang menggugah rasa keadilan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manokwari akhirnya menjatuhkan vonis tegas kepada dua individu yang terjerat kasus korupsi dalam penyaluran fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Bank Papua Cabang Pembantu Kumurkek periode 2016–2017.
Sidang yang berlangsung penuh ketegangan di Manokwari pada Kamis (30/10/2025) menjadi penutup babak panjang penyelidikan. Stefina Darisma Arlinda, yang pernah menjabat sebagai Direktur PT Jaya Molek Perkasa, harus menerima konsekuensi hukuman 12 tahun penjara. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta, yang jika tidak mampu dipenuhi, akan diganti dengan empat bulan kurungan penjara. Beban finansial yang lebih besar menanti, di mana ia harus mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 54, 49 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Tak kalah berat, Haryanto Pamiludy Laksana, mantan Kepala Cabang Pembantu Bank Papua Kumurkek, juga harus menjalani hukuman 11 tahun penjara. Ia pun dibebani denda Rp 500 juta, dengan ancaman hukuman empat bulan kurungan jika gagal membayarnya. Keputusan ini mencerminkan keseriusan majelis hakim dalam memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
Majelis hakim menyatakan secara meyakinkan bahwa kedua terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Perbuatan mereka melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus ini bermula dari program mulia KPR Sejahtera Tapak FLPP yang ditujukan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah impian. Namun, niat baik ini tercoreng oleh praktik korupsi. Dalam kurun waktu 2016–2017, Bank Papua Cabang Pembantu Kumurkek menyalurkan kredit kepada para debitur yang membeli rumah dari PT Jaya Molek Perkasa. Ironisnya, dari total 394 debitur dengan nilai plafon kredit mencapai Rp72, 9 miliar, sebanyak 318 debitur justru mengalami kredit macet. Akibatnya, kerugian negara yang ditimbulkan sangat fantastis, mencapai Rp 54, 4 miliar.
Meskipun Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut hukuman yang lebih berat, masing-masing 16 tahun 6 bulan penjara, majelis hakim mempertimbangkan sikap kooperatif kedua terdakwa selama proses persidangan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman mereka, meski tetap berat. (PERS)













































