Gubernur Riau Terjaring OTT KPK, Catatan Perjalanan Seorang Cleaning Service

7 hours ago 2

PEKANBARU - Lagi-lagi, lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali menorehkan catatan penangkapan kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT). Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Gubernur Riau, Abdul Wahid, yang dicokok oleh tim penegak hukum pada Senin (3/11/2025). Ini menandai OTT keenam yang berhasil digelar KPK sepanjang tahun 2025, sebuah rentetan aksi pemberantasan korupsi yang tak kenal lelah.

Sebelumnya, KPK telah membuktikan komitmennya dengan lima OTT di berbagai penjuru negeri. Dimulai pada Maret 2025, penangkapan menyasar anggota DPRD dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Disusul pada Juni 2025, KPK kembali beraksi terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

Puncak aksi terjadi pada 7-8 Agustus 2025, ketika KPK merambah tiga kota sekaligus: Jakarta, Kendari, dan Makassar. Operasi besar ini mengungkap dugaan korupsi dalam proyek pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Tak berhenti di situ, pada 13 Agustus 2025, Jakarta kembali menjadi lokasi OTT yang mengungkap dugaan suap dalam kerja sama pengelolaan kawasan hutan.

Kasus kelima menyoroti dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan, yang menyeret nama Immanuel Ebenezer Gerungan, yang kala itu menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Kini, lingkaran kasus serupa kembali menjerat Abdul Wahid, Gubernur Riau yang baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025 di Jakarta.

Bagi masyarakat Riau, nama Abdul Wahid mungkin bukanlah sosok yang asing. Ia dikenal sebagai figur yang membumi, merangkak dari bawah dalam meniti karier politiknya, jauh dari citra kemewahan yang kerap melekat pada jabatan publik.

Pria kelahiran Dusun Anak Peria, Kabupaten Indragiri Hilir, pada 21 November 1980, ini tumbuh dalam lingkungan keluarga sederhana. Sebagai anak ketiga dari enam bersaudara, kehidupannya sejak dini ditempa oleh kerasnya perjuangan ekonomi keluarga.

Demi melanjutkan pendidikan, Wahid kecil tak ragu turun tangan membantu sang ibu bekerja di sawah dan kebun warga. Giatnya berlanjut saat menempuh pendidikan di UIN Suska Riau, Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam. Ia berjuang keras agar tak membebani keluarganya.

Sambil menempuh studi, Abdul Wahid tak gengsi bekerja sebagai cleaning service di kampusnya. Ia bahkan pernah merasakan kerasnya menjadi kuli bangunan demi dapat membayar biaya kuliah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Yang penting bisa lanjut sekolah dan tidak merepotkan ibu, " kenangnya dalam sebuah wawancara beberapa tahun lalu, sebuah ungkapan yang begitu menyentuh hati.

Dari lingkungan santri dan kerasnya kehidupan kampus itulah, karakter gigih Abdul Wahid terbentuk. Ia tumbuh menjadi sosok yang dikenal rendah hati, selalu merangkul rakyat kecil, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial serta organisasi kemahasiswaan. Sebuah perjalanan hidup yang penuh warna, kini dihadapkan pada ujian berat di puncak kariernya. (PERS

Read Entire Article
Karya | Politics | | |