LUWU TIMUR — Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Kabupaten Luwu Timur dan pihak eksekutif terkait sewa lahan kompensasi Dam Karebbe kepada PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) berlangsung dalam tensi tinggi, Kamis (30/10/2025).
Anggota DPRD Luwu Timur, HM Siddiq BM, menegaskan bahwa polemik yang mencuat bukan hanya soal nilai sewa lahan yang dinilai terlalu murah, tetapi lebih mendasar: status kepemilikan lahan kompensasi yang belum pernah diklarifikasi secara tuntas.
“Bukan hanya soal kemurahan sewa lahan, tapi status lahannya sendiri masih belum jelas. Di lapangan ada kampung dan warga yang tinggal di sana. Bagaimana nasib mereka?” tegas Siddiq dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Lutim, Ober Datte.
Menurut Siddiq, lahan yang kini disewakan kepada PT IHIP sebagian merupakan wilayah pemukiman masyarakat yang sudah lama tinggal di kawasan tersebut.
Ia menegaskan bahwa sebelum ada tindakan hukum yang jelas, pemerintah tidak seharusnya memindahkan hak kelola atau menyewakan area itu kepada pihak ketiga.
“Saya saksi hidup atas proses kompensasi ini. Waktu itu dijanjikan sekitar 100 hektare untuk warga Karaden dan 200 hektare untuk warga Lampia. Jadi lahan itu sejak awal punya sejarah dan perjanjian dengan masyarakat, ” ungkapnya.

Lebih jauh, Siddiq juga menyoroti adanya tumpang tindih antara lahan kompensasi dengan lahan Yayasan Olahraga yang pada masa lalu diketuai oleh pejabat daerah.
Menurutnya, inilah salah satu penyebab utama munculnya konflik kepemilikan dan kebingungan administratif.
“Celakanya, antara lahan kompensasi dengan lahan Yayasan Olahraga ternyata bertumpang tindih. Ini harus ditelusuri lebih jauh oleh tim investigasi, ” katanya.
Ia menilai, situasi di lapangan justru semakin rumit karena masyarakat dihadapkan satu sama lain. Sebagian warga menolak intervensi pemerintah, sementara lainnya mendukung langkah eksekutif, tanpa ada kejelasan siapa pemilik sah kawasan tersebut.
“Sekarang masyarakat dibuat saling berhadapan—ada yang demo, ada yang bilang jangan ganggu kampung kami. Padahal, siapa sebenarnya pemilik kampung itu? Jangan sampai pemerintah justru saling berkelahi, ” ujarnya.
Siddiq mendukung langkah anggota DPRD lain, seperti Cicik Muhammad Nur, yang sebelumnya meminta agar dilakukan audit investigatif menyeluruh terhadap seluruh proses pengelolaan, pengukuran, dan perjanjian sewa lahan kompensasi Dam Karebbe.
Sementara itu, Ketua DPRD Luwu Timur yang memimpin jalannya rapat menegaskan bahwa lembaga legislatif akan menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Ia menyebut, DPRD akan mendorong pembentukan tim investigasi independen yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, dan akademisi untuk mengurai simpul masalah lahan kompensasi.
“DPRD akan menindaklanjuti dengan pembentukan tim investigasi agar seluruh proses ini bisa terang benderang, baik terkait status aset maupun nilai sewanya, ” tegas Ober Datte..
RDP tersebut menjadi salah satu forum terpanas di awal masa sidang DPRD Lutim, karena menyangkut potensi kerugian daerah dan hak masyarakat atas lahan yang selama ini menjadi kompensasi proyek nasional Dam Karebbe. (Tim Liputan)



































