JAKARTA - Ambisi besar dicanangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menjadikan Indonesia sebagai pemimpin global dalam pemanfaatan energi panas bumi. Saat ini, Indonesia menempati posisi kedua, hanya terpaut dari Amerika Serikat, namun target ambisius dalam lima tahun mendatang diharapkan dapat membalikkan keadaan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Indonesia saat ini mencapai 2, 71 Giga Watt (GW). Angka ini masih sedikit di bawah Amerika Serikat yang telah mencapai 3, 6 GW.
Pemerintah berkomitmen untuk menggenjot tambahan kapasitas PLTP sebesar 1 GW dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Langkah ini diharapkan tidak hanya menyamai, tetapi juga melampaui capaian Amerika Serikat, membawa Indonesia ke puncak daftar negara dengan pemanfaatan energi panas bumi terbesar di dunia.
"Posisi kita ini kalah sedikit, Pak, dari Amerika. Jadi, posisi nomor satu ini Amerika saat ini dengan installed capacity 3, 6 GW, kita pada posisi 2, 7 GW. Nah, di dalam 5 tahun ini, kita berharap percepatan tambah 1 GW, jadi kita bisa melompat untuk menjadi nomor satu di dunia, " ujar Eniya Listiani Dewi dalam acara 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE), di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Lebih jauh lagi, dalam sepuluh tahun mendatang, pemerintah membidik peningkatan kapasitas terpasang PLTP dalam negeri hingga 5, 2 GW. Proyeksi ini telah tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap energi panas bumi.
"Jadi, kita juga punya potensi untuk menjadi tempat belajar dari negara-negara lain, bisa belajar di tempat kita, " tambahnya, menegaskan visi Indonesia sebagai pusat keunggulan energi panas bumi.
Untuk mewujudkan target ekspansi kapasitas PLTP ini, berbagai upaya akselerasi telah dilakukan. Salah satu terobosan signifikan adalah pemangkasan proses perizinan pengembangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Jika sebelumnya perizinan bisa memakan waktu hingga 1, 5 tahun, kini proses tersebut dipangkas drastis menjadi hanya 7 hari.
Penyederhanaan birokrasi ini dimungkinkan berkat digitalisasi sistem pengajuan izin melalui platform Online Single Submission (OSS). Inisiatif ini terbukti efektif mempercepat realisasi proyek.
"Pak, sudah ada dua yang diberi izin. Dan saat ini izin itu keluar dengan lebih cepat. Dan waktu itu, kita laporkan bahwa pemenang lelang yang akan mendapatkan izin panas bumi, itu ada di Cisolok dan Nage, dan itu sudah keluar dengan izin hanya 7 hari, " tandasnya. (PERS)