JAKARTA_ Indonesia Police Watch (IPW) meminta perhatian serius Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dan Ketua Mahkamah Agung RI atas fenomena penyalahgunaan lembaga PKPU dan Kepailitan yang dilakukan oleh mafia kepailitan yang melibatkan oknum Kurator/Pengurus (receiver) serta oknum Hakim Pengawas yang secara sistemik dalam satu kejahatan yang terorganisir, yang dapat merusak iklim usaha.
“Kami telah menerima pengaduan dua perseroan yang merasa dirugikan oleh mafia kepailitan yang melibatkan oknum-oknum kurator, pengurus dan hakim pengawas dengan menggunakan modus tagihan palsu untuk menguasai suara dalam voting Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Lalu tagihan palsu tersebut dimasukkan dan dicatatkan dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) oleh Kurator agar tampak sah secara hukum “ ujar Sugeng Teguh Santoso, SH kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Ditegaskan IPW telah menerima pengaduan dari PT Pilar Putra Mahakam (PPM) yang menjadi korban mafia pailit. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tanggal 6 Maret 2025 memutuskan PPM dalam keadaan PKPU Sementara dengan adanya tagihan sebesar Rp 10, 58 miliar kepada dua kreditor.. Sejatinya pembayaran atas tagihan tersebut sudah dilakukan pada April 2025. Namun hal itu diabaikan oleh Tim Pengurus hingga PPM diputus pailit berdasarkan Putusan No. 16/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst, tanggal 25 Juni 2025.
“Para pelaku dikualifisir melakukan dugaan tindak pidana sebagaimana ketentuan pasal 400 ayat (2) KUHP, dengan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan, dan/atau Pasal 263 KUHP terkait penggunaan surat palsu, karena DPT dipakai sebagai dokumen resmi padahal diduga DPT tersebut memuat fakta yang tidak benar, " tukasnya.
Ironisnya, kata Sugeng setelah putusan pailit, pengurus yang sama ditunjuk sebagai kurator – yaitu Michael Jhon Amalo Sipet dan Pranata Raharjie Putranto, diduga kembali memasukkan/mencatatkan tagihan yang sudah dibayar/dilunasi tersebut ke dalam DPT, sehingga terjadi penggelembungan tagihan dan piutang palsu itu terlihat sah. Tagihan tersebut dikualifisir sebagai tagihan palsu.
Menurut Sugeng Teguh Santoso, SH, PPM telah melaporkan kreditur yang mendaftarkan tagihan palsu tersebut beserta Tim Kurator yaitu Michael Jhon Amalo Sipet dan Pranata Raharjie Putranto yang menerima tagihan palsu tesebut dan mencatatkannya ke dalam DPT kepada Polda Metro Jaya dengan register Laporan Polisi Nomor: LP/B/6351/XI/SPKT/ Polda Metro Jaya, tertanggal 10 September 2025.
IPW telah pula menerima pengaduan dari PT Petro Energy (PE) yang diputus pailit berdasarkan Putusan PKPU No.: 254/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 3 Agustus 2023 Dalam perkara itu, Tim Kurator Alfons Raditya Pohan, S.H., M.H., Kenny Hasibuan, S.H., dan Musdalifah, S.H. memasukkan tagihan sebesar Rp 39, 4 miliar dari PT Petro Energy (Dalam Pailit) ke dalam DPT.
Padahal PE tidak pernah meminjam uang. Tidak pernah menandatangani perjanjian utang, dan tidak tercatat sebagai debitor dalam laporan keuangan PE. Namun, tagihan fiktif itu tetap diverifikasi dan dituangkan dalam DPT. PE memperoleh suara tambahan dalam voting PKPU yang menjatuhkan PE ke dalam pailit.
“PE telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya tertanggal 10 September 2025 dengan terlapor oknum kurator dkk “ ujarnya.
Empat Modus Operandi Mafia Pailit
Indonesia police watch mengungkap pola permainan mafia pailit yang hampir selalu sama: (1) Kreditor fiktif muncul membawa tagihan utang yang sebenarnya tidak pernah ada, sehingga dengan menggelembungkan nilai tagihan yang besar agar bisa menjadi mayoritas. (2) Tagihan fiktif diverifikasi oleh pengurus/kurator dalam tahap verifikasi piutang. Jika lolos, kreditor palsu memperoleh hak suara dalam voting. (3) Voting dipakai untuk mempailitkan perusahaan, meski debitor sudah membayar atau sebenarnya tidak berutang. (4) Setelah perusahaan resmi pailit, pengurus yang sama biasanya ditunjuk kembali sebagai kurator. Di sinilah modus berlanjut: utang fiktif yang sudah dibantah atau bahkan sudah dibayar tetap dituangkan ke dalam Daftar Piutang Tetap (DPT). Dokumen resmi pengadilan itu lalu dijadikan “pembenaran” seolah-olah piutang tersebut benar adanya.
“Dengan cara ini, surat resmi pengadilan (Daftat Piutang Tetap) dapat dinilai sebagai surat palsu yang isinya tidak sesuai kebenarannya. Penggelembungan utang ini menjadi instrumen baru mafia pailit. Dengan memanfaatkan celah voting PKPU, perusahaan yang sehat pun bisa ditumbangkan dengan cara rekayasa piutang” ujarnya.
Peristiwa Ini bukan lagi sekadar sengketa utang-piutang, tapi modus sistematis untuk menjatuhkan perusahaan yang masih sehat (solven) dan mengambil keuntungan dari kepailitan. Dampaknya serius, bukan hanya bagi debitor, tetapi juga terhadap iklim investasi di Indonesia karenanya Indonesia Police Watch meminta perhatian Kapolri dan Ketua Mahkamah Agung mencermati adanya mafia kepailitan yang bisa merugikan Iklim usaha tersebut.
“Indonesia Police Watch akan membuka kotak Pengaduan untuk paran korban-korban mafia pailit lainnya, " tukasnya lagi. (Spyn)