SEMARANG - Suasana Dusun Krajan, Desa Wringin Putih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, tampak berbeda dalam beberapa hari terakhir. Di sepanjang jalan utama desa, bentangan spanduk berwarna mencolok menghiasi kanan-kiri jalan. Namun, spanduk itu bukan promosi acara atau pesta rakyat, melainkan luapan kekecewaan warga terhadap kondisi jalan yang rusak parah akibat dilalui kendaraan berat setiap hari.
Jalur yang seharusnya menjadi urat nadi mobilitas warga kini berubah menjadi “ranjau” yang membahayakan. Aspal yang dulu mulus kini menganga penuh lubang, becek saat hujan, berdebu kala kemarau, bahkan sudah menelan korban jiwa.
Tulisan dalam spanduk yang dipasang warga terdengar getir sekaligus menohok. “Dalane ajur seng meh tanggung jawab sopo??? (Jalannya hancur siapa yang bertanggung jawab? Rakyat tertib pajak)”, demikian bunyi salah satunya. Ada pula tulisan lain yang berbunyi, “Kami masyarakat sudah tidak tahan melihat kondisi jalan seperti ini!!!” hingga “Dalane bobrok kabeh arep sambat karo sopo iki (Jalannya hancur mau mengeluh kepada siapa).”
Truk Galian C Jadi Biang Kerok
Menurut warga, jalan desa mulai rusak sejak dilalui truk-truk besar pengangkut material galian C. Jalan kelas III yang semestinya hanya boleh dilewati kendaraan kecil, kini saban hari dijejali truk tronton berkapasitas besar. Tak ayal, jalan desa cepat hancur.
“Warga ingin jalan ini segera diperbaiki. Apalagi jalan ini jadi akses utama warga dan anak-anak sekolah. Kalau musim hujan, licin dan membahayakan. Kalau kemarau, debunya bikin sesak nafas, ” ungkap IS, tokoh masyarakat setempat, Selasa (16/9/2025) siang pukul 13.00 WIB.
IS menegaskan, kerusakan jalan tak hanya soal ketidaknyamanan, tapi sudah mengancam nyawa. “Kalau dihitung, sudah puluhan orang kecelakaan. Ada yang meninggal tergilas mobil, ada yang nyaris tertimpa pintu kendaraan, banyak juga yang jatuh karena terperosok. Ini bukan sekadar jalan rusak, tapi sudah darurat, ” ujarnya.
Pemerintah Dinilai Abai, Perbaikan Hanya Tambal Sulam
Warga menuding pemerintah daerah terkesan abai. Selama ini, perbaikan hanya dilakukan oleh pihak swasta, salah satunya PT Ananda Pratama, perusahaan yang mengelola tambang galian C. Namun upaya itu sebatas tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan.
“Kerusakan jalan makin parah karena truk perusahaan itu lewat tiap hari. Pemerintah seolah diam. Kami sudah menunggu lama, tapi tidak ada langkah nyata, ” tambah IS.
Kekecewaan warga akhirnya meledak dalam bentuk aksi simbolik memasang spanduk protes di sejumlah titik jalan. Bagi mereka, spanduk adalah bahasa jeritan yang diharapkan bisa mengetuk hati penguasa.
Pemerintah Desa Akui Ada Pertemuan
Menanggapi keluhan warga, Kepala Desa Wringin Putih, Untung Pambudi, menyampaikan bahwa persoalan jalan rusak sebenarnya sudah dibicarakan bersama pihak terkait.
“Sudah ada tindak lanjut. Kami sudah menggelar pertemuan dengan Dishub, pihak tambang, BPD, dan instansi lain. Intinya, sudah ada kesepakatan dengan pihak tambang dan dinas terkait. Tinggal menunggu realisasi dari manajemen perusahaan, ” jelas Untung.
Ia menambahkan, hasil rapat juga telah disampaikan kepada warga saat kegiatan pengajian di salah satu dusun. “Kami minta warga bersabar beberapa waktu, mudah-mudahan segera ada hasil nyata, ” ujarnya.
Harapan Warga: Jalan Aman dan Aturan Tegas
Meski pemerintah desa menyebut sudah ada kesepakatan, warga tetap mendesak perbaikan jalan dilakukan segera. Selain itu, mereka juga meminta adanya regulasi tegas mengenai penggunaan jalan desa agar kendaraan berat tidak lagi melintas sembarangan.
“Harapannya pemerintah jangan hanya datang saat warga sudah marah. Jalan ini vital bagi kami. Kalau dibiarkan, korban akan terus berjatuhan. Kami butuh jalan yang benar-benar layak, bukan tambalan sementara, ” pungkas IS.
Catatan Redaksi
Kasus jalan rusak di Wringin Putih menambah daftar panjang persoalan infrastruktur di Kabupaten Semarang. Konflik antara kepentingan industri galian dan keselamatan warga terus berulang tanpa solusi permanen. Protes warga melalui spanduk kali ini seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah. Sebelum korban berikutnya jatuh, langkah tegas dan konkret harus segera diambil.
(Tim/Red1922)