Jurika Fratiwi: Pemerintah Perlu Melakukan Kajian Ulang atas Penonaktifan 7.4 juta PBI-JKN

1 month ago 23

JAKARTA - - - Dalam arus deras kebijakan sepihak yang melemahkan rakyat kecil, tokoh perempuan pejuang konstitusi, Jurika Fratiwi, SH., SE., MM, berdiri di garda depan perjuangan rakyat. Ia mengangkat dua isu krusial yang mencabik rasa keadilan sosial: penonaktifan 7, 4 juta peserta BPJS PBI-JKN dan ketimpangan serta praktik semena-mena dalam ekosistem aplikasi digital.

Sebagai bentuk perlawanan strategis, Jurika salah satu penggagas yang akan menggelar Seminar Strategis Nasional bertema: "MENDESAIN ULANG PERLINDUNGAN KESEHATAN: SOLUSI KOMPREHENSIF ATAS PENONAKTIFAN 7, 4 JUTA PESERTA PBI-JKN" pada tanggal 30 Juli 2025.

Penonaktifan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Kementerian Sosial No. S-445/MS/DI.01/6/2025 akibat migrasi data dari DTKS ke DTSEN. Kebijakan ini menyingkirkan hak jutaan keluarga miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan, suatu pelanggaran terang terhadap Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin... serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."

Jurika, yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Advokasi Perlindungan Hak Perempuan dan Anak KADIN Indonesia, menegaskan:

"Dalam satu kepala keluarga biasanya ada 2 sampai 3 anak. Maka sekitar 20 juta anak dan 7 juta ibu kehilangan akses kesehatan! Ini bukan hanya lalai, ini zalim!" Jelas Jurika Selasa (29/07/2025)

Rekam jejak Jurika menunjukkan komitmen tak tergoyahkan dalam memperjuangkan supremasi hukum, penguatan demokrasi substantif, serta advokasi terhadap hak-hak sipil, khususnya dalam konteks kesetaraan gender dan keadilan sosial. Selama ini dikenal sebagai penggiat perempuan yang terus mempejuangkan hak perempuan terlihat dari bukti bagaimana dia berjuang dalam peningkatan kualitas perempuan bersama-sama IBM ASMI mendirikan Pasca Sarjana konsentrasi Kepemimpinan Perempuan dengan mendirikan ASMI Women Empowermet Center.

Namun perjuangan Jurika tak berhenti di sana. Melalui kapasitasnya sebagai Ketua Umum Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Digital Indonesia, ia turut membongkar dan melawan kezaliman dalam dunia digital.

"Aplikasi digital menjelma jadi alat pemeras rakyat. Konsumen dibebani biaya sepihak, pelaku usaha mikro dipotong pendapatannya tanpa dasar hukum! Ini bukan modernisasi, tapi pembodohan digital!" lanjut Jurika.

Koalisi Bantuan Hukum ini dibentuk untuk mendampingi para pengguna aplikasi digital yang selama ini menjadi korban praktik ketidakadilan, termasuk driver ojek online, pedagang kecil, hingga konsumen yang dirugikan oleh algoritma dan sistem sepihak para aplikator. Jurika menyerukan penataan ulang ekosistem digital agar berpihak pada keadilan. Ia menuntut regulasi tegas yang melindungi konsumen dan pelaku usaha mikro dari kesewenang-wenangan aplikator yang beroperasi tanpa kontrol publik yang jelas. Jurika juga mengundang masyarakat bergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Digital Indonesia untuk berjuang sama-sama.

Saat ini Jurika selaku ketua Umum Koalisi Bantuan Hukum Pengguna Aplikasi Online bekerja sama dengan STIE Ganesha akan memberikan bantuan 1000 beaswiswa bersubsidi bagi keluarga korban aplikator online.

Jurika tercatat sebagai inisiator program beasiswa dari STIE Ganesha untuk anak pelaku UMKM terdampak COVID-19 bersama Kementerian Koperasi & UKM, serta berhasil membantu menyelesaikan banyak permasalahan hukum UMKM melalui kolaborasi dengan Asisten Deputi Fasilitasi Hukum & Konsultasi Usaha Deputi Mikro Kemenkop UKM saat itu.

Kini, sebagai kandidat kuat Jimly Award 2025, Jurika tampil sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.

"Hukum hari ini masih terlalu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Tapi kita tak akan diam. Saya berdiri untuk rakyat, dan akan terus berdiri sampai hukum menjadi milik semua, bukan alat elite semata." kata Jurika menutup wawancara.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |