Kami Ingin Belajar, Bukan Dibakar: Suara Pilu Pelajar Papua atas Kekerasan OPM

4 hours ago 4

PAPUA - Di tengah perjuangan berat mendapatkan pendidikan di daerah konflik, suara dari pelajar Papua kini menggema, menyuarakan kekecewaan dan rasa sakit terhadap tindakan brutal yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sekolah dibakar, guru diancam, dan harapan untuk masa depan seolah direnggut secara paksa.

Seorang pelajar SMA dari Kabupaten Intan Jaya, yang tak bisa disebutkan namanya demi alasan keamanan, mengungkapkan kepedihan hidup sebagai anak sekolah di wilayah rawan konflik.

“Kami datang ke sekolah jalan kaki selama berjam-jam, kadang belum makan. Tapi waktu sampai, sekolah sudah dibakar. Katanya berjuang untuk kami, tapi justru menghancurkan masa depan kami, ” katanya dengan nada getir.

Kekecewaan serupa datang dari kalangan pendidik dan tokoh masyarakat. Pendeta Abraham Yikwa dari Nabire menilai tindakan OPM bukan perjuangan, tapi justru sabotase terhadap hak dasar anak-anak Papua.

“Kalau benar berjuang untuk rakyat Papua, kenapa sekolah yang jadi sasaran? Kenapa guru diusir, anak-anak ditakut-takuti? Ini penghancuran, bukan pembebasan, ” tegasnya.

Tokoh adat dari Kabupaten Puncak, Elias Murib, menambahkan bahwa masyarakat di kampung sudah lama merasa lelah dan muak dengan aksi kekerasan yang menyasar fasilitas umum, termasuk sekolah.

“Kami orang tua ingin anak-anak kami cerdas, bukan jadi korban konflik yang tidak mereka mengerti. Sudah cukup, ” ujarnya.

Dukungan terhadap suara pelajar juga datang dari generasi muda Papua. Frans Kogoya, aktivis pemuda dari Jayapura, menyatakan pentingnya memberi ruang aman bagi anak-anak untuk belajar dan tumbuh tanpa terintimidasi.

“Anak-anak sekolah ini bukan cuma korban, mereka adalah saksi kehancuran yang dilakukan atas nama perjuangan. Sudah waktunya suara mereka kita dengarkan, ” ucapnya lantang.

Meski berada di bawah bayang-bayang kekerasan, para pelajar Papua tetap menyimpan semangat untuk menggapai cita-cita. Mereka berharap agar negara, tokoh adat, dan seluruh masyarakat bersatu melindungi hak mereka untuk belajar, bukan membiarkan mereka menjadi korban dari konflik yang tak pernah mereka pilih. (Red1922)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |