BARRU – Sebuah kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak di SMA Negeri 5 Barru berakhir dengan putusan yang mengedepankan aspek kemanusiaan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Barru menjatuhkan hukuman pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan satu tahun kepada seorang guru honorer yang terbukti melakukan kekerasan terhadap siswanya.
Putusan yang dibacakan pada Kamis (6/11/2025) ini menyoroti bagaimana salah paham sederhana di ruang kelas dapat berujung pada tindak pidana, namun diselesaikan dengan jalan damai melalui pendekatan keadilan restoratif.
Peristiwa tragis ini terjadi pada 9 Mei 2025 di kelas XI 1C. Terdakwa, seorang guru honorer, keliru mengira korban masih bermain bola setelah ia menegurnya.
Fakta di persidangan menunjukkan, bahwa korban hendak menyimpan bola yang diambil temannya, bukan ikut bermain, kemudian terdakwa mendekat dan secara spontan memukulkan gulungan map daftar hadir ke wajah korban, mendorong, dan puncaknya memukul pelipis kiri korban dengan kepalan tangan.
Majelis Hakim menemukan bahwa reaksi spontan siswa yang memegang kerah baju Terdakwa saat didorong, disalahartikan Terdakwa sebagai tindakan melawan, sehingga memicu emosinya.
Akibat kejadian ini, korban mengalami luka kemerahan pada pelipis, leher, dan belakang telinga, sebagaimana dibuktikan dalam Visum et Repertum.
Meskipun Terdakwa terbukti bersalah, Majelis Hakim yang diketuai Muhammad Afif Muhaimin secara aktif mengupayakan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Upaya ini berhasil, Siswa korban dan orang tuanya menyatakan bersedia memaafkan Terdakwa. Perdamaian pun tercapai di hadapan Majelis Hakim, tanpa adanya tekanan.
Kesepakatan damai ini menjadi pertimbangan utama, dinilai sesuai dengan amanat Pasal 18 Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif, yang bertujuan memulihkan hubungan sosial, bukan sekadar menghukum.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mempertimbangkan kondisi kemanusiaan Terdakwa. Statusnya sebagai guru honorer dan tulang punggung keluarga turut menjadi penentu. Sejak insiden, Terdakwa sempat berhenti mengajar dan kesulitan ekonomi.
"Menetapkan pidana tersebut tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir, ” putus Majelis Hakim, memberikan pidana bersyarat dengan dasar Pasal 14a Ayat (1) KUHP.
Putusan PN Barru ini menjadi penekanan bahwa pengadilan tidak hanya berfungsi sebagai mesin penghukuman, tetapi juga sebagai lembaga yang mampu memfasilitasi pemulihan hubungan antara guru dan siswa, serta menjunjung tinggi aspek keadilan dan kemanusiaan.












































