PANGKEP SULSEL - Jepang telah lama menunjukkan bagaimana sebuah kebun bisa menjadi ruang yang lebih dari sekadar lahan bercocok tanam. Melalui konsep shimin nōen atau kebun bersama, mereka membuktikan bahwa kedisiplinan, aturan yang jelas, serta dukungan pemerintah mampu menjadikan kebun sebagai ruang hidup komunitas. Di sana, kebun adalah tempat warga bercocok tanam, belajar, sekaligus memperkuat ikatan sosial.
Keberhasilan Jepang tak lepas dari regulasi yang tegas. Sejak 1974, pemerintah memberi dasar hukum kebun bersama, menyediakan lahan sewa murah, hingga fasilitas pendukung. Hasilnya, masyarakat perkotaan sekalipun dapat menikmati kebun kecil untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus menjaga keseimbangan hidup. Dengan pengelolaan yang tertata, kebun menjadi simbol keteraturan dan budaya kerja kolektif.
Fungsi sosial kebun bersama di Jepang pun sangat nyata. Ia menjadi tempat rekreasi keluarga, sarana edukasi sekolah, bahkan wadah produktif bagi warga lanjut usia. Nilai yang ditanam bukan hanya menanam sayur, tetapi menanam kesadaran hidup sehat, kerja sama, dan penghormatan terhadap alam. Inilah yang membuat kebun bersama berperan lebih besar dibanding sekadar ruang pertanian.
Indonesia sebenarnya punya modal lebih besar: tanah luas, iklim tropis, dan budaya gotong royong. Namun tanpa aturan yang jelas dan dukungan berkesinambungan, banyak kebun kolektif kita berjalan sebentar lalu padam. Padahal, jika ditata seperti Jepang, kebun bisa menjadi motor kemandirian pangan, ruang edukasi, bahkan daya tarik wisata lokal.
Belajar dari Jepang, kita perlu melihat kebun bersama sebagai investasi sosial jangka panjang. Kebun bukan hanya soal panen, melainkan tentang solidaritas, pendidikan, dan keberlanjutan hidup. Jika konsep ini benar-benar diterapkan, Indonesia bisa membangun komunitas yang lebih mandiri sekaligus menjaga harmoni dengan alam.
Untuk membentuk kebun bersama, langkahnya bisa sederhana tapi perlu terstruktur supaya tidak berhenti di tengah jalan. Berikut panduan praktisnya:
1. Bentuk Kelompok
Kumpulkan warga/petani/anggota PKK/karang taruna yang punya minat sama. Tentukan kepengurusan (ketua, sekretaris, bendahara, koordinator lapangan). Buat kesepakatan tertulis (aturan sederhana) agar semua jelas.
2. Tentukan Lahan
Gunakan lahan desa, pekarangan kosong, tanah wakaf, atau lahan sewa. Pastikan status lahan jelas (pinjam, sewa, atau hibah) untuk menghindari konflik.Jika lahan terbatas, bisa pakai pot/polybag atau sistem vertikultur.
3. Rencana Tanam
Pilih tanaman sesuai kebutuhan & pasar: Cepat panen: kangkung, bayam, sawi. Jangka menengah: jagung, ubi, kacang. Tanaman campuran: sayur + buah + tanaman obat. Atur jadwal tanam bergilir supaya panen tidak serentak.
4. Atur Sistem Kerja
Buat jadwal piket harian/bergilir untuk penyiraman & pemeliharaan. Pekerjaan besar (olah tanah, panen) dilakukan gotong royong. Gunakan sistem catatan kerja supaya adil dalam pembagian hasil.
5. Modal dan Sarana
Modal bisa dari iuran anggota, bantuan desa, atau program pemerintah. Gunakan pupuk organik/kompos untuk hemat biaya. Sediakan alat bersama (cangkul, selang, ember) yang dipakai bergantian.
6. Pembagian Hasil
Tentukan sejak awal mekanisme: Dibagi rata untuk konsumsi rumah tangga. Dijual → hasil masuk kas kelompok, dibagi sesuai kontribusi. Sistem campuran: sebagian konsumsi, sebagian dijual.
7. Pemasaran & Pengembangan
Jual ke pasar, warung, atau langsung ke tetangga. Manfaatkan media sosial/WhatsApp untuk promosi hasil panen. Kembangkan kebun → tambah kolam ikan, ternak kecil, atau wisata edukasi, Sistem ini bisa fleksibel, tergantung tujuan kelompok: untuk konsumsi keluarga, bisnis bersama, atau ruang sosial/edukasi.
Pangkep 18 September 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan