JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan batas waktu hingga tahun 2026 bagi Musim Mas Group dan Permata Hijau Group untuk melunasi sisa uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp4, 4 triliun. Kasus ini terkait dugaan korupsi dalam ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
"Ada tenggatnya, tahun 2026. Kalau kurang lebih, kesanggupannya sekitar pertengahan tahunlah, " ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Rabu.
Perkara ini, yang diduga merugikan perekonomian negara hingga Rp17 triliun, melibatkan tiga grup perusahaan besar: Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group. Dari total kerugian tersebut, Wilmar Group telah mengembalikan Rp11, 88 triliun, Permata Hijau Group Rp1, 86 miliar, dan Musim Mas Group Rp1, 8 triliun, sehingga total pengembalian mencapai Rp13, 255 triliun.
Namun, masih tersisa selisih Rp4, 4 triliun yang belum dikembalikan oleh Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. Kedua perusahaan ini telah menyatakan kesanggupannya untuk mencicil pembayaran tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa kedua grup perusahaan tersebut sempat meminta penundaan pembayaran. Sebagai bentuk jaminan, Kejagung telah meminta penyerahan aset berupa kebun sawit dari kedua grup tersebut.
"Karena situasinya, mungkin perekonomian, kami bisa menunda, tetapi dengan satu kewajiban bahwa mereka harus menyerahkan kelapa sawit kepada kami. Jadi, kebun sawitnya, perusahaannya, adalah menjadi tanggungan kami untuk yang Rp4, 4 triliunnya, " jelas Jaksa Agung.
Meskipun memberikan kelonggaran dalam pembayaran, Kejagung menegaskan komitmennya untuk tetap menagih pembayaran tepat waktu.
"Kami tidak mau ini berkepanjangan sehingga kerugian-kerugian itu tidak kami segera kembalikan (ke negara), " tegasnya. (PERS)






































