Kekejaman OPM di Yahukimo: Anak-anak Dipaksa Angkat Senjata, Jadi Tameng Hidup

1 hour ago 1

YAHUKIMO - Aksi tak berperikemanusiaan kembali dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Yahukimo. Kali ini, mereka menggunakan cara paling keji: memaksa anak-anak di bawah umur untuk mengangkat senjata dan dijadikan tameng hidup dalam barisan mereka.

Peristiwa memilukan ini terungkap di Distrik Kwikma, wilayah pegunungan yang kerap dijadikan markas persembunyian kelompok OPM Kodap XVI Yahukimo. Berdasarkan keterangan warga, sejumlah anak yang seharusnya berada di bangku sekolah justru digiring ke hutan, dipaksa mengangkat senjata, bahkan diposisikan di barisan depan kelompok bersenjata.

Tujuannya jelas: menghalangi aparat keamanan (Apkam) melakukan operasi. OPM sadar bahwa aparat tidak mungkin melukai warga sipil, apalagi anak-anak. Karena itu, mereka menjadikan generasi tak berdosa ini sebagai “perisai manusia”.

Anak-anak Dijadikan Umpan

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menuturkan, anak-anak dipaksa ikut berjalan bersama barisan OPM. Mereka tidak hanya dipaksa memegang senjata rakitan, tetapi juga diposisikan sebagai “umpan” agar pasukan keamanan tidak berani mendekat.

“Ini sangat menyedihkan. Anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa jadi bagian dari kelompok bersenjata. Mereka dijadikan alat untuk melindungi orang-orang dewasa bersenjata, ” kata sumber tersebut dengan suara bergetar.

Praktik ini jelas melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi Hak Anak dan Konvensi Jenewa, yang melarang keras perekrutan serta penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata.

Kecaman dari Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat Yahukimo, Pdt. Simon Heluka, mengecam keras tindakan tersebut. Ia menilai OPM telah merampas hak dasar anak-anak Papua untuk tumbuh dan belajar dengan aman.

“Anak-anak itu seharusnya belajar di sekolah, bukan dipaksa mengangkat senjata. OPM sudah merusak masa depan mereka. Ini tindakan kejam yang tidak bisa diterima masyarakat adat maupun agama, ” tegasnya, Kamis (18/9/2025).

Sementara itu, tokoh pemuda Yahukimo, Markus Kobak, menilai penggunaan anak-anak sebagai tameng hidup justru memperlihatkan kelemahan OPM.

“Kalau benar berjuang, tidak mungkin menjadikan anak-anak sebagai perisai. Ini bukti keputusasaan. Mereka hanya menebar ketakutan karena tahu Apkam tidak akan melukai warga sipil, ” ujarnya.

Trauma dan Masa Depan yang Dirampas

Penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menyisakan luka mendalam bagi mereka. Anak-anak yang dipaksa mengangkat senjata berpotensi mengalami trauma psikologis, kehilangan masa kecil, dan tumbuh dengan bayang-bayang kekerasan.

“Anak-anak yang terjebak di lingkaran ini akan kesulitan kembali ke kehidupan normal. Mereka dipaksa melihat dan mengalami kekerasan. Ini bisa menghancurkan generasi Yahukimo, ” ujar seorang relawan pendidikan lokal.

Desakan Tindakan Tegas

Tokoh adat Kwikma, Elias Yikwa, menyerukan agar pemerintah dan aparat lebih tegas melindungi warga, khususnya anak-anak, dari manipulasi OPM.

“Kami sebagai orang tua sangat khawatir. Anak-anak kami harus diselamatkan. Jangan biarkan generasi Yahukimo hancur karena diperalat OPM. Pemerintah harus hadir lebih kuat untuk melindungi masyarakat di distrik kami, ” tegasnya.

Bukti Nyata Kebrutalan

Kasus di Yahukimo ini menambah daftar panjang kejahatan OPM terhadap masyarakat sipil Papua. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, mereka justru memperalat anak-anak sebagai tameng hidup. Tindakan ini menegaskan bahwa OPM tidak hanya mengancam keamanan, tetapi juga menghancurkan masa depan Papua itu sendiri.

Bagi masyarakat Yahukimo, satu harapan kini menggema: anak-anak mereka harus kembali ke sekolah, bukan ke hutan bersenjata. Generasi muda Papua harus diselamatkan dari lingkaran kekerasan, karena di tangan merekalah masa depan tanah ini ditentukan.

(APK/Red1922)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |