PANGKEP SULSEL - Kemajuan sebuah bangsa tidak pernah hadir secara tiba-tiba dari atas. Ia tumbuh perlahan dari dasar masyarakat, dari denyut kehidupan rakyat kecil, dari desa-desa, kampung-kampung, dan lorong-lorong tempat aktivitas sosial dan ekonomi bermula. Pembangunan yang dimulai dari akar ibarat pohon yang ditopang akar kuat; ia mungkin tumbuh pelan, tetapi pasti kokoh dan bertahan lama dibanding pertumbuhan kilat tanpa pondasi.
Seringkali kebijakan pembangunan terjebak pada logika dari puncak: membangun gedung-gedung tinggi, proyek prestisius, seremonial megah, dan angka-angka statistik yang mengkilap. Padahal di balik angka itu, seringkali rakyat kecil belum merasakan perubahan yang nyata. Pembangunan bukan soal citra, melainkan kemampuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara nyata dan merata.
Ketika pembangunan dimulai dari rakyat, maka setiap kebijakan sesuai kebutuhan dan potensi lokal. Desa pertanian harus diperkuat di aspek pertanian, daerah pesisir diperkuat sektor kelautan, dan wilayah potensial wisata ditopang sarana pariwisata. Tidak bisa semua wilayah dipaksakan mengikuti satu pola pembangunan. Di sinilah pentingnya keberpihakan kepada sumber kekuatan asli masyarakat.
Akar pembangunan adalah pendidikan dasar yang kuat, kesehatan yang terjangkau, pangan yang cukup, dan akses terhadap lapangan kerja. Jika hal ini terpenuhi di tingkat paling bawah, maka kelas menengah yang kuat akan tumbuh, ekonomi akan bergerak, dan kesejahteraan akan meningkat dari dalam, bukan sekadar penampilan luar yang menipu.
Contoh keberhasilan pembangunan selalu datang dari daerah yang memperkuat pondasi rakyatnya terlebih dahulu. Negara-negara maju menata desa mereka, memperkuat koperasi, membangun UMKM, memperluas akses teknologi, dan memastikan petani, nelayan, serta pelaku ekonomi mikro menjadi prioritas. Mereka sadar bahwa kemakmuran bangsa tidak diciptakan oleh gedung bertingkat, melainkan oleh masyarakat produktif.
Di Indonesia, kita sering menyaksikan “kebocoran pembangunan” ketika prioritas lebih banyak pada proyek besar yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Padahal rakyat membutuhkan harga pupuk terjangkau, fasilitas irigasi, akses pasar, pemberdayaan UMKM, fasilitas sekolah, dan pelayanan kesehatan. Pembangunan masa depan harus menempatkan kebutuhan paling bawah sebagai rujukan utama.
Selain ekonomi, pembangunan dari akar menciptakan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pemerintah. Rakyat yang dilibatkan dari awal merasa memiliki, bukan sekadar menjadi penonton. Ketika masyarakat diberdayakan, mereka bukan penerima bantuan, melainkan penggerak pembangunan yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Pembangunan yang dimulai dari bawah juga menciptakan stabilitas sosial. Ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial dapat memicu konflik, kriminalitas, dan ketidakpercayaan kepada pemerintah. Dengan pemerataan, keadilan sosial tercipta, rasa kebangsaan menguat, dan persatuan bangsa semakin kokoh.
Sudah saatnya kita mengubah paradigma. Kemajuan sejati bukan lomba membangun gedung tertinggi, melainkan kemampuan menyejahterakan rakyat terbawah. Jika akar bangsa kuat, maka batangnya kokoh, daunnya rindang, dan puncaknya akan menjulang dengan sendirinya. Indonesia akan maju bukan karena prestise pembangunan, tetapi karena rakyatnya berdiri kokoh sebagai fondasi peradaban.
Pangkep 30 Oktober 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi
















































