BARRU - Kesatuan Aktivis Barru (KIBAR) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Barru, bersama sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat, menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Barru, pada Kamis (18/9/2025).
Aksi berlangsung panas dengan iring-iringan mobil komando, sound system, bendera, spanduk, dan ban bekas yang dibakar sebagai simbol perlawanan. Orasi silih berganti dari KIBAR Barru, HMI Cabang Barru, hingga simpatisan mahasiswa dan pemuda.
Pusat konsentrasi massa berada di depan Kantor DPRD Barru, dengan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Dalam aksi tersebut, para demostran mendesak Ketua DPRD Barru, H. Syamsuddin Muhiddin mundur dari jabatannya, karena dituding menghambat proses pemberhentian anggota yang melanggar etik.
Syamsuddin dinilak sengaja menghambat proses pemberhentian H. Rudi Hartono (HRD), seorang anggota DPRD dari Partai Demokrat yang telah diputuskan bersalah melanggar kode etik berat oleh Badan Kehormatan (BK).
Dalam orasinya, Ketua Umum KIBAR, Fahrul Islam, menegaskan bahwa Ketua DPRD telah melanggar kewenangannya.
“Setelah BK membacakan putusan pemberhentian HRD pada 6 Agustus 2025, seharusnya Ketua DPRD melaksanakan paripurna pengumuman hasil BK paling lambat lima hari. Tetapi yang terjadi justru ditunda-tunda dengan alasan kehati-hatian, ” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua HMI Cabang Barru, Hendra. Ia mengatakan bahwa DPRD Barru tidak boleh tunduk pada kepentingan politik sempit.
“Kasus ini adalah persoalan marwah DPRD. Kalau Ketua DPRD masih mencari alasan dengan dalih kehati-hatian, maka jelas ada indikasi keberpihakan. Kami menolak sikap plin-plan seperti ini, ” tegas Hendra.
Laporan Pelanggaran Etik dan Indikasi Korupsi.
Selain aksi massa, KIBAR dan HMI juga telah secara resmi melaporkan Syamsuddin ke BK DPRD Barru atas dugaan pelanggaran kode etik. Laporan tersebut menyoroti tiga poin utama:
* Pelanggaran Tenggat Waktu: Ketua DPRD dianggap tidak menindaklanjuti putusan BK sesuai tenggat waktu yang diatur dalam Tata Tertib (Tatib) DPRD Pasal 217–219.
* Konsultasi yang Tidak Etis: Syamsuddin dianggap melakukan konsultasi ke DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan, yang secara etis seharusnya tidak dilakukan.
* Potensi Pelanggaran UU Tipikor: Ketua DPRD dituding membiarkan HRD yang sudah diberhentikan tetap menikmati fasilitas kedewanan dan menghadiri rapat, hal yang berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
KIBAR dan HMI juga menyoroti sikap Ketua DPRD yang dinilai tunduk pada tekanan politik Partai Demokrat, merujuk pada surat resmi DPC Demokrat Barru tertanggal 4 September 2025 yang menolak putusan BK.
Ancaman Aksi Lebih Besar
Massa menegaskan bahwa kasus HRD bukan sekadar masalah internal partai, melainkan menyangkut integritas lembaga DPRD Barru. Mereka menilai Syamsuddin telah gagal menjalankan sumpah jabatannya sebagai Ketua DPRD, yang seharusnya menjaga kehormatan, etika, dan wibawa institusi.
“Jika Ketua DPRD tidak segera diproses oleh BK, maka kami pastikan aksi akan terus berlanjut dengan massa yang lebih besar. Barru adalah tanah religius, tidak boleh ada pelaku amoral bercokol di kursi rakyat, ” tutup Hendra bersama Fahrul.