BARRU - Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sekoci, Arianto melancarkan kritik tajam terhadap kesiapan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barru dalam menghadapi potensi bencana.
Berdasarkan catatan buruk banjir di tahun-tahun sebelumnya, Barru dinilai berada dalam status rawan bencana permanen yang mengkhawatirkan.
Kritik ini disampaikan mengingat fokus penanganan bencana yang berulang kali hanya terpusat pada respons pasca-bencana, sementara upaya pra-bencana yang strategis masih minim dan cenderung stagnan.
Sekoci menyoroti beberapa fakta lapangan yang menjadi pemicu utama kerawanan banjir, terutama masalah infrastruktur air yang krusial seperti:
- Fungsi Kanal dan Sungai Kecil Tidak Optimal: Banyak kanal atau sungai-sungai kecil yang seharusnya berfungsi mengalirkan air hujan ke sungai besar tidak berfungsi secara optimal. Tidak adanya pembangunan sungai kecil yang baru menambah beban drainase yang sudah ada.
- Kelangkaan Gorong-Gorong Box Culvert: Jumlah gorong-gorong beton kotak rel kereta api (box culvert) dinilai sangat kurang untuk menampung dan mengalirkan volume air yang tinggi, menyebabkan air meluap ke permukiman dan jalan.
- Tambang Galian Liar di Mallusetasi: Pengerukan tambang galian di gunung, khususnya di Kecamatan Mallusetasi, yang berlangsung tidak terkendali telah merusak daerah resapan air di hulu. Hal ini meningkatkan risiko banjir bandang dan sedimentasi.
"Pelayanan publik sangat erat kaitannya dengan penanggulangan bencana, " tegas Ketua LSM Sekoci.
Pihaknya menuntut Pemerintah Daerah Barru dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk segera melahirkan inovasi pra-bencana banjir yang bersifat fundamental.
Sekoci menekankan bahwa fokus pada upaya penanggulangan bencana jauh lebih penting dibanding pasca bencana.
Ketua Sekoci secara khusus meminta atensi langsung Bupati Barru terhadap enam poin strategis pelayanan publik dalam hubungannya dengan kebencanaan:
1. Pencegahan Strategis: Melakukan tindakan pencegahan banjir yang bersifat strategis, bukan hanya sekadar membersihkan got di depan kantor-kantor pemerintahan, tetapi juga normalisasi sungai dan pembangunan infrastruktur pengendali banjir jangka panjang.
2. Penanganan Dampak Tambang: Mengambil tindakan tegas untuk mengendalikan dan menangani dampak pengerukan tambang galian di wilayah pegunungan yang merusak ekosistem dan memicu bencana.
3. Mitigasi dan Kesiapsiagaan: Memperkuat program mitigasi struktural dan non-struktural serta meningkatkan kesiapsiagaan seluruh elemen masyarakat.
4. Kesiapan SDM: Memastikan kesiapan sumber daya manusia di jajaran Pemkab, BPBD, dan relawan dalam menghadapi skenario banjir terburuk.
5. Sarana dan Prasarana: Memastikan kesiapan sarana dan prasarana penanggulangan bencana, termasuk alat berat, logistik, dan jalur evakuasi.
6. Koordinasi dan Partisipasi Publik: Meningkatkan koordinasi antar instansi (terutama PU, LH, BPBD) dan mengaktifkan pelibatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan sistem drainase.
"Jangan biarkan masyarakat Barru terus mengalami 'dejavu darurat' setiap tahun. Solusi struktural dan jangka panjang harus menjadi prioritas utama. Penanganan pasca bencana hanya mengobati luka, sementara pra-bencana adalah kunci untuk mencegah luka itu sendiri, " tutup Ketua Sekoci, mendesak Pemkab Barru untuk bertindak cepat sebelum curah hujan mencapai puncaknya.













































