KOTA SORONG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat secara resmi menetapkan dua mantan pejabat tinggi di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong sebagai tersangka. Langkah ini diambil menyusul penyelidikan mendalam terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan pada tahun anggaran 2017.
Dua sosok yang kini berstatus tersangka adalah HJT, mantan Kepala BPKAD Kota Sorong, dan BEPM, Bendahara Barang BPKAD Kota Sorong. Penetapan tersangka ini merupakan puncak dari serangkaian upaya penyidikan yang telah dilakukan oleh tim penuntut umum Kejati Papua Barat.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Agustiawan Umar, menjelaskan bahwa penyidik telah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka. Kasus ini berpusat pada dugaan penyalahgunaan dana dalam realisasi belanja barang dan jasa untuk ATK serta barang cetakan pada BPKAD Kota Sorong di tahun anggaran 2017.
Menurut Aspidsus, pada tahun 2017, BPKAD Pemda Kota Sorong telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar. Anggaran awal untuk kegiatan belanja barang dan jasa ATK bersumber dari DBH Pajak atau Bukan Pajak Pusat dari APBD Induk Kota Sorong tahun 2017, tercatat sebesar Rp. 1.359.501.100, 00. Sementara itu, untuk penyediaan barang cetakan dan pengadaan dialokasikan sebesar Rp. 1.147.102.000, 00.
Anggaran tersebut bahkan mengalami penambahan signifikan melalui DPPA pada tahun 2017. Untuk kegiatan ATK, penambahannya mencapai Rp. 4.187.436.800, 00, sedangkan untuk penyediaan barang cetakan dan pengadaan bertambah sebesar Rp. 3.851.808.700, 00. “Sehingga total keseluruhan untuk kegiatan penyediaan alat tulis kantor dan penyediaan barang cetakan sebesar Rp. 8.039.245.500, ” ungkap Aspidsus saat memberikan keterangan pers di Kantor Kejaksaan Negeri Sorong, Kamis (6/11/2025).
Adanya perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut terungkap berdasarkan hasil penyidikan. Hal ini berujung pada kerugian negara yang cukup fantastis, dengan perhitungan ahli mencapai Rp.4.546.167.139, 77.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Primair, mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sementara itu, pasal subsidiair yang dikenakan adalah Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, HJT dan BEPM langsung menjalani penahanan selama 20 hari. Penahanan dimulai sejak tanggal 06 November 2025 hingga 25 November 2025, dan mereka akan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sorong. (PERS)






































