ZECHARIAH - Sebuah penemuan arkeologis yang menggemparkan di Israel pada tahun 2018 mengungkap jejak peradaban Islam awal yang makmur. Penggalian di bukit Nebi Zechariah atau Chorvat Zechariah itu membongkar keberadaan sebuah kota yang diperkirakan berusia 1.200 tahun, berasal dari periode Kekhalifahan Abbasiyah dan Fatimiyah (abad ke-9 hingga ke-11). Sayangnya, kisah penemuan ini berakhir tragis; reruntuhan berharga itu kini telah lenyap, ditelan oleh ambisi pembangunan modern.
Ketika para arkeolog dari Otoritas Purbakala Israel (IAA) melakukan penyelidikan di lokasi tersebut, mereka menemukan bukti kemakmuran yang luar biasa. Rumah-rumah mewah dengan lantai berhiaskan mosaik yang indah, lengkungan megah, tangki air berplester yang kokoh, serta sisa-sisa pabrik pemeras minyak dan bengkel kaca menjadi saksi bisu kejayaan kota kuno ini. Temuan ini sungguh mengejutkan, mengingat harapan awal para arkeolog adalah menemukan peninggalan dari era Romawi atau Bizantium.
Avraham Tendler, arkeolog yang memimpin penggalian tersebut, mengungkapkan keterkejutannya. "Dalam penggalian penyelamatan, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita temukan. Saya berharap menemukan sisa-sisa peninggalan Helenistik, Romawi, atau Bizantium, jadi (kota Islam awal) ini cukup mengejutkan, " katanya.
Lebih menarik lagi, bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa kota ini mungkin juga menjadi rumah bagi komunitas Kristen. Penemuan salib-salib yang terukir pada batu dan berbagai suvenir khas Kristen di salah satu rumah menunjukkan adanya kehidupan berdampingan antara umat Islam dan Kristen di masa lalu, sebuah potret toleransi di abad pertengahan.
Namun, kegembiraan atas penemuan ini tak bertahan lama. Ironisnya, meskipun berharga secara historis, tidak ada satu pun artefak atau struktur dari situs bersejarah ini yang diselamatkan. IAA memutuskan untuk menyerahkan lahan tersebut kepada pengembang untuk pembangunan pusat logistik baru bagi kota Modi'in di dekatnya. Berita penemuan ini sempat dimuat oleh surat kabar Israel, Haaretz, pada 6 Januari 2019, dengan judul yang menggugah: "Kota Berusia 1.200 Tahun dari Periode Islam Ditemukan di Israel, tetapi Anda Tidak Akan Pernah Melihatnya".
Yonatan Mizrahi, seorang arkeolog dan CEO dari Emek Shaveh, sebuah LSM yang berfokus pada perlindungan warisan budaya, menyayangkan praktik penyelamatan situs-situs temuan di Israel yang dianggapnya rendah, kecuali jika benar-benar unik. Ia menjelaskan bahwa sejak awal, semua pihak telah menyadari bahwa lahan tersebut akan dibebaskan untuk pembangunan pasca-penggalian. "Sejak awal, semua pihak sudah memahami bahwa setelah penggalian, lahan akan dibebaskan untuk pembangunan, terlepas dari apa pun yang ditemukan di lokasi tersebut, " kata Mizrahi.
Mizrahi lebih lanjut mengkritik kurangnya kebijakan yang jelas dari IAA terkait penyelamatan situs-situs unik. "IAA, kata Mizrahi, tak punya kebijakan tentang apa yang harus diselamatkan dan yang tidak boleh diselamatkan, termasuk bagaimana melindungi situs-situs unik yang ditemukan. Pembangunan merusak benda-benda antik dan kami belum memprioritaskan tempat mana pun untuk diselamatkan, " ujarnya.
Tragedi hilangnya kota Islam kuno ini bukan kali pertama terjadi. Di wilayah Israel, praktik pembangunan yang mengorbankan situs bersejarah kerap terjadi. Bahkan, sebuah masjid yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 atau ke-8, yang menjadi tempat ibadah umat Islam pertama dan lebih tua dari masjid di Makkah dan Yerusalem, juga pernah ditemukan di padang pasir Negev. Namun, seperti kota di Nebi Zechariah, nasibnya pun tak jelas, menimbulkan pertanyaan besar tentang prioritas pelestarian warisan budaya di era modern. (PERS)