Koto Rantang Pertanyakan Prosedur P2TL PLN dan Soroti Tiang Listrik di Tanah Warga

3 hours ago 1

Koto Rantang, Agam-Pemerintah Nagari Koto Rantang menyampaikan keberatan atas tuduhan pencurian arus listrik yang disampaikan tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PLN saat melakukan pemeriksaan di kantor walinagari pada 28 Oktober 2025 sekitar pukul 09.30 WIB. Pemeriksaan dilakukan oleh lima petugas dan dinilai tidak disertai penjelasan teknis yang jelas.

Walinagari Koto Rantang, Novri Agus Parta Wijaya, S.Pd, M.Pd, menyatakan bahwa kantor nagari menggunakan daya 1300 VA yang selama ini sudah mencukupi kebutuhan pelayanan administrasi. Ia menilai tuduhan pencurian arus tidak berdasar dan dapat merusak citra lembaga pemerintahan nagari.

“Kami tidak pernah punya niat mencuri listrik. Kami melayani masyarakat secara profesional. Tuduhan seperti ini merugikan secara moral dan mencederai kepercayaan publik terhadap institusi negara di tingkat nagari, ” ujar Novri kepada awak media pada Sabtu, 8 November 2025.

Pemerintah nagari juga mempertanyakan denda sebesar Rp8 juta yang kemudian disebut dapat diturunkan menjadi Rp6 juta oleh petugas P2TL. Menurut Novri, fleksibilitas tersebut menimbulkan keraguan mengenai dasar hukum dan prosedur pemeriksaan.

“Kalau ini benar pelanggaran hukum, bagaimana mungkin jumlah dendanya bisa ditawar? Di mana dasar hukumnya? Ini menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat, ” tegasnya.

Ia menegaskan Pemerintah Nagari Koto Rantang tidak akan membayar denda apa pun apabila tidak disertai bukti teknis dan prosedur yang sah, sekalipun konsekuensinya aliran listrik ke kantor nagari diputus secara permanen.

“Kalau pun listrik kantor kami harus diputus, kami siap. Tetapi kami tidak akan tunduk pada keputusan yang tidak adil. Ini bukan semata soal listrik, tetapi soal menjaga kebenaran, ” lanjutnya.

Selain keberatan atas pemeriksaan P2TL, Pemerintah Nagari Koto Rantang juga menyoroti persoalan penggunaan tanah masyarakat oleh PLN untuk pemasangan tiang dan jaringan distribusi listrik. Menurut Novri, banyak warga mengeluhkan tiang yang berdiri di atas tanah pribadi tanpa kompensasi, bahkan masyarakat harus membiayai sendiri ketika meminta pemindahan tiang untuk kepentingan pembangunan rumah ataupun fasilitas umum.

“Selama ini masyarakat kami patuh membayar tagihan listrik. Namun tanah mereka dipakai untuk tiang PLN tanpa izin dan tanpa ganti rugi. Ketika hendak digeser, masyarakat malah diminta membayar. Lalu sekarang kami dituduh mencuri? Ini tidak adil, ” ucapnya.

Pemerintah nagari menilai hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menegaskan bahwa pemegang izin usaha wajib menghormati hak atas tanah dan memberikan ganti rugi kepada pemilik. Sementara Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 menyebut pemasangan jaringan listrik pada tanah milik masyarakat harus dilakukan dengan izin atau kesepakatan dan disertai kompensasi yang layak.

Novri berharap PLN melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur P2TL serta penyelesaian persoalan penggunaan lahan masyarakat agar pelayanan publik tetap berjalan baik dan kepercayaan warga tidak terganggu.(**)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |