KPK Dalami Aliran Uang Korupsi Kuota Haji, Syarif GP Ansor Saksi Kunci?

2 hours ago 1

JAKARTA - Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dugaan korupsi kuota haji tambahan semakin mengerucut. Lembaga antirasuah ini menduga kuat Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Syarif Hamzah Asyathry, memiliki informasi penting mengenai aliran dana yang terkait dengan kasus tersebut. Informasi ini menjadi fokus utama penyidik dalam mendalami konstruksi perkara yang diduga merugikan negara miliaran rupiah.

Syarif Hamzah Asyathry telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pada Kamis, 4 September lalu. Tujuannya adalah untuk menggali pengetahuannya terkait dugaan aliran uang yang mengarah pada pihak-pihak di lingkungan Kementerian Agama. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Syarif dilakukan dalam kapasitasnya sebagai individu yang diduga mengetahui detail perkara ini.

"Sejauh ini dugaan alirannya adalah ke pihak-pihak di lingkungan Kementerian Agama, sehingga pemeriksaan kepada yang bersangkutan adalah atas pengetahuan atau yang diketahuinya terkait dengan konstruksi perkara ini, khususnya terkait dengan dugaan aliran uang tersebut, " ujar Budi Prasetyo di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (17/9).

Budi menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap Syarif dilakukan secara personal, bukan sebagai perwakilan lembaga GP Ansor. Namun, KPK tidak menutup kemungkinan untuk memanggil tokoh lain di GP Ansor jika dianggap memiliki pengetahuan yang relevan dengan kasus kuota haji ini.

"Jadi, nanti pihak-pihak siapa pun ya tidak dibatasi, penyidik memandang, menduga bahwa misalnya yang bersangkutan mengetahui dan memang keterangannya dibutuhkan, maka nanti bisa dilakukan pemanggilan untuk diminta yang keterangan, " jelas Budi.

Setiap informasi yang diperoleh dari saksi dianggap krusial untuk mengungkap tabir kasus ini. "Dan pada prinsipnya, saksi-saksi yang dipanggil dalam setiap perkara, termasuk dalam perkara kuota haji ini adalah untuk membantu proses penyidikan karena setiap informasi dan keterangannya dibutuhkan oleh penyidik untuk membuka lebih terang lagi dari konstruksi perkara kuota haji, " pungkasnya.

Selain mendalami soal aliran uang, penyidik juga mengkonfrontasi Syarif dengan berbagai barang bukti yang sebelumnya telah diamankan dari rumah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Barang bukti tersebut meliputi dokumen penting dan Barang Bukti Elektronik (BBE) yang diduga memiliki kaitan erat dengan dugaan korupsi ini.

Kasus ini berawal dari dugaan perbuatan melawan hukum terkait penggunaan kuota haji reguler dan khusus yang diterima Indonesia sebanyak 20.000. Tambahan kuota ini diperoleh setelah Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman Al-Saud, pada 19 Oktober 2023.

Secara ideal, sesuai Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya 8 persen dari total kuota, yaitu sekitar 1.600 jemaah. Sisa 92 persen atau sekitar 18.400 jemaah dialokasikan untuk kuota haji reguler. Namun, dalam kenyataannya, kuota tambahan tersebut dibagikan secara tidak proporsional, dengan 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024.

Perhitungan awal KPK menunjukkan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024. Temuan ini rencananya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk audit yang lebih komprehensif.

Sebagai bagian dari penanganan kasus ini, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan larangan bepergian ke luar negeri bagi Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan Fuad Hasan Masyhur, pemilik agen perjalanan Maktour Travel, terhitung sejak 11 Agustus 2025. Serangkaian penggeledahan juga telah dilakukan di berbagai lokasi, termasuk rumah kediaman Yaqut di Condet, Jakarta Timur, kantor agen perjalanan haji dan umrah di Jakarta, rumah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama di Depok, serta ruang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Berbagai barang bukti, mulai dari dokumen, BBE, hingga kendaraan roda empat dan properti, diduga kuat terkait dengan perkara ini telah disita oleh tim penyidik. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |