JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami jejak aliran dana yang diduga mengalir ke mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau Noel, terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. KPK tak main-main dalam mengungkap tuntas dugaan rasuah ini, bahkan telah menyiapkan strategi khusus.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membeberkan bahwa penyelidikan kali ini tidak hanya terfokus pada unsur pemerasan semata. Ada penerimaan lain yang turut menjadi sorotan.
"Terkait dengan sertifikasi K3 ini ada penerimaan lain selain dari itu. Nah itu sedang di.. apa namanya, sedang kita telusuri, " ujar Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).
Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa sejumlah uang yang diduga diterima Noel telah digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk merenovasi rumah. Kondisi ini membuat KPK memperluas cakupan penyelidikan, tidak hanya menerapkan pasal pemerasan, tetapi juga pasal gratifikasi.
"Makanya kita selain menggunakan Pasal 12e (pemerasan), kita juga menggunakan (pasal) 12B, gratifikasi, untuk menjaring penerimaan-penerimaan lain, " tegasnya.
Penerimaan yang dimaksud merujuk pada uang yang diterima Noel namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau gratifikasi yang tidak dilaporkan oleh pejabat negara.
"Penerimaan yang tidak sesuai dengan undang-undang ya, yang tidak seharusnya diterima gitu kan. Gratifikasi yang tidak dilaporkan, kemudian diterima oleh pejabat negara tersebut, " jelas Asep.
Dalam kasus ini, Immanuel Ebenezer diduga menerima aliran dana hasil pemerasan senilai Rp 3 miliar saat masih menjabat sebagai Wamenaker. Tak hanya uang tunai, ia juga diduga menerima sebuah motor mewah merek Ducati.
Dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker ini disebut-sebut telah berlangsung sejak tahun 2019. Biaya pengurusan yang seharusnya hanya berkisar Rp 275 ribu, melonjak drastis menjadi Rp 6 juta per sertifikat.
KPK mengungkapkan bahwa selisih biaya yang dibayarkan oleh para pengurus sertifikat K3 dengan biaya semestinya, mengalir ke berbagai pihak. Total dana yang berhasil dikumpulkan dari praktik ini mencapai Rp 81 miliar, yang kemudian diduga dibagi-bagikan kepada pihak-pihak terkait. (Wajah Koruptor)