MEULABOH - Suasana di Meulaboh terasa dingin bukan hanya karena cuaca, namun juga karena terungkapnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan lima pejabat Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Barat. Kejaksaan Negeri setempat secara resmi menahan mereka terkait dugaan praktik pidana korupsi dalam pengelolaan insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi yang berlangsung selama empat tahun, dari 2018 hingga 2022. Sungguh miris membayangkan uang rakyat yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan justru diduga diselewengkan.
Kelima individu yang kini berstatus tersangka tersebut, setelah diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum pada Kamis, (06/11/2025), adalah M Husin, yang pernah menjabat sebagai Kepala BPKD Aceh Barat periode 2018–2019; Zulyadi, yang memegang posisi strategis sebagai Kepala BPKD pada periode 2019–2020 dan kembali menjabat dari 2021 hingga sekarang; Elvia Hasmaneta, mantan Kepala Bidang Pendapatan periode 2018–2019; Said Fachdian, yang menjadi Kabid Pendapatan dari 2019 hingga 2022; serta Jani Janan, yang sempat mengisi posisi sebagai Plt Kepala BPKD pada periode 2020–2021. Sejarah panjang mereka di instansi tersebut kini tercoreng oleh dugaan perbuatan melawan hukum.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Barat, Ahmad Lutfi, S.H., dalam sebuah siaran pers yang disampaikan kepada media, mengungkapkan bahwa kelimanya kini harus menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIB Meulaboh. Masa penahanan ini terhitung mulai tanggal 6 November hingga 25 November 2025. Penahanan ini tentu saja menjadi pukulan telak bagi keluarga dan rekan kerja mereka.
“Mereka disangka telah melakukan pencairan uang insentif upah pungut tidak sesuai ketentuan dan diberikan kepada orang-orang yang tidak berhak menerima, ” kata Lutfi.
Lebih lanjut, Ahmad Lutfi memaparkan bahwa perbuatan para tersangka ini telah menimbulkan kerugian yang sangat signifikan bagi keuangan negara. Total kerugian ditaksir mencapai Rp3, 58 miliar dari keseluruhan pembayaran insentif yang seharusnya berjumlah Rp4, 43 miliar selama periode 2018–2022. Sungguh angka yang fantastis dan membuat hati terenyuh. Meskipun demikian, ada secercah harapan karena sekitar Rp624 juta dari jumlah tersebut telah berhasil dikembalikan kepada penyidik Kejari Aceh Barat. Ini menunjukkan adanya upaya perbaikan, meskipun terlambat.
Kelima pejabat tersebut kini dijerat dengan pasal-pasel yang sangat serius dalam undang-undang pemberantasan korupsi. Mereka diancam dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, mereka juga dijerat juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman yang menanti tentu tidak ringan.
Kejari Aceh Barat menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini. Proses hukum terhadap para tersangka akan terus berlanjut ke tahap penuntutan, segera setelah seluruh berkas dan barang bukti dinyatakan lengkap oleh pihak yang berwenang. Harapan besar tertuju pada proses ini agar keadilan dapat ditegakkan dan memberikan efek jera. (PERS)














































