Mari Elka Kritik Keras Target DJP: Berburu di Kebun Binatang

1 hour ago 1

JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu melontarkan kritik tajam terhadap pendekatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dalam mengelola masalah perpajakan di Indonesia. Ia menilai ada kekeliruan fundamental dalam fokus target DJP saat ini.

Menurut Mari, seharusnya DJP memprioritaskan peningkatan kepatuhan wajib pajak sebagai tujuan utamanya, bukannya sekadar mengejar besaran penerimaan (revenue). Namun, realitas sistem perpajakan di Indonesia justru menunjukkan arah sebaliknya.

"Fakta bahwa targetnya (DJP Kemenkeu) adalah revenue, itu berarti 'berburu di kebun binatang'. Anda melakukan intensifikasi, tidak bekerja, hanya memungut pajak dari orang sama yang akan membayar lebih banyak, " ungkap Mari dalam acara Indonesia Update di YouTube ANU Indonesia Project, Jumat (12/9).

Dampak dari strategi yang dikritik Mari ini, seringkali wajib pajak harus menghadapi denda. Sengketa perpajakan yang timbul akibat kebijakan yang dianggapnya 'berburu di kebun binatang' ini bahkan tak jarang berujung hingga ke meja hijau, menimbulkan kerugian dan ketidaknyamanan bagi wajib pajak.

Sorotan Mari Elka Pangestu juga secara khusus tertuju pada tren penurunan tax ratio Indonesia. Pada semester I 2025, rasio pajak Indonesia tercatat hanya sebesar 8, 4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini terbilang jauh tertinggal dibandingkan capaian tax ratio di kawasan ASEAN yang bahkan bisa menembus 16 persen.

Berbagai persoalan struktural disebut Mari turut menghantui sistem perpajakan Indonesia. Salah satunya adalah efisiensi administrasi perpajakan. Kendati demikian, ia memilih untuk tidak secara gamblang menyebut apakah masalah ini mengarah pada coretax atau tidak.

"Lalu, ada masalah struktural. Sebagian besar perekonomian kita dari sektor informal yang tidak dikenakan pajak. Ada banyak pengecualian dalam sistem perpajakan, itu berarti kebocoran. Untuk UMKM, ambang batasnya sangat tinggi agar bebas pajak. Dibandingkan dengan negara lain, angkanya empat kali atau lima kali lebih tinggi, " tuturnya.

Pajak Penghasilan (PPh) Final untuk UMKM di Indonesia memang hanya dipatok 0, 5 persen. Tarif ini berlaku bagi pelaku usaha 'wong cilik' dengan pendapatan atau omzet tahunan di bawah Rp4, 8 miliar.

Sebagai wakil dari Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan, Mari Elka Pangestu mengutip sebuah studi dari Bank Dunia yang menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk meningkatkan tax ratio dari kisaran 10 persen menjadi 16 persen.

Salah satu kunci utama untuk mencapai target tersebut adalah dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yang diklaim dapat menambah tax ratio sebesar 3, 7 persen. Oleh karena itu, Mari menekankan pentingnya fokus pemerintah pada Government Technology (GovTech) yang dinilai mampu secara efektif meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Di sisi lain, Mari menambahkan bahwa ada potensi tambahan 2, 7 persen pada tax ratio melalui reformasi kebijakan pajak di Tanah Air.

"Entah itu menaikkan pajak, menerapkan pajak kekayaan, atau menurunkan ambang batas pajak (UMKM) yang secara politik rumit, serta memperluas basis pajak. Jadi, sebenarnya kita bisa kembali ke angka 16 persen (tax ratio) jika menerapkan semua kebijakan itu, " tandasnya. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |