Menteri Keuangan Ungkap Kekuatan Pengawasan Dana Rp 200 T BUMN

2 hours ago 1

JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku terkejut dengan besarnya kewenangan yang dimilikinya dalam mengawasi kinerja Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, entitas yang kini menaungi seluruh BUMN sebagai super holding. Pengakuan ini muncul saat ia membeberkan strategi pemerintah dalam mengelola penempatan dana senilai Rp 200 triliun milik pemerintah pusat di Bank Indonesia (BI), yang dialokasikan ke lima bank milik negara pada 12 September 2025.

Purbaya menegaskan, kelima bank pelat merah tersebut, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI, wajib memanfaatkan dana jumbo ini untuk mempercepat pembiayaan ke sektor riil. Instruksi ini tegas menolak penggunaan dana untuk membeli dolar, disalurkan hanya kepada konglomerat, apalagi disimpan kembali dalam bentuk surat berharga.

"Itu kan di bawah Danantara sekarang, saya kan anggota dewan pengawas Danantara, di situ kita bisa memberikan masukan yang kencang sekali, dan Danantara harus bayar pajak kan, kalau macam-macam kita sikat juga Danantara nya kalau mereka melindungi praktik-praktik yang jelek, " kata Purbaya saat rapat kerja dengan Komite IV DPD, Jakarta, dikutip Selasa (4/11/2025).

Pria yang akrab disapa Purbaya ini menambahkan, "Jadi ini menteri keuangan lumayan berkuasa rupanya, saya baru tahu juga. Seneng-seneng juga sih." Penyadaran akan kekuasaannya ini disambutnya dengan antusiasme.

Oleh sebab itu, ia memberikan peringatan keras kepada bank-bank BUMN penerima dana agar tidak main-main dalam mengelola dan menyalurkan dana menganggur pemerintah. Tujuannya jelas: menggerakkan roda ekonomi melalui peningkatan peredaran uang primer atau base money (M0).

Dana Rp 200 triliun yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah ini didistribusikan kepada Bank Mandiri sebesar Rp 55 triliun, BRI Rp 55 triliun, BNI Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.

"Itu yang saya paksa sebetulnya, perbankan menyalurkan uang itu dengan keterampilan mereka sendiri. Malah saya enggak ikut campur, kenapa? Tapi yang jelas enggak boleh beli dolar, enggak boleh kasih konglomerat, itu kita dua itu. SBN juga enggak boleh, kalau enggak muter-muter aja ke saya. Jadi mereka kan, kan kita tau perbankan sebenarnya pintar, " tutur Purbaya.

Meskipun tidak menetapkan persyaratan khusus untuk penyaluran dana ke proyek-proyek tertentu, Purbaya menekankan bahwa kebebasan ini bertujuan mendorong inovasi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan. Hal ini untuk mencegah kembalinya praktik lama menempatkan dana di Surat Berharga Negara (SBN) yang dinilainya kurang efektif memutar ekonomi.

Menindaklanjuti instruksinya, Purbaya tidak segan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke bank-bank BUMN. Sidak telah dilakukannya ke BNI pada 29 September 2025 dan Bank Mandiri pada 6 Oktober 2025.

"Saya kadang-kadang kan datang tuh ke bank-bank itu. Saya cuman tanya, saya pernah ke BNI sama Mandiri. Uangnya kemana? Penyalurannya berapa? Anda beli dolar apa enggak?" tuturnya.

Meskipun para bankir menyangkal pembelian dolar, Purbaya meyakini adanya praktik tersebut dalam skala kecil. "Dia enggak ada yang ngaku beli dolar sih. Tapi saya yakin beli dikit-dikit lah. Tapi kalau ketahuan, mereka enggak bisa lari. Ya walaupun saya enggak punya kekuasaan langsung di perbankan itu, tapi itu kan di bawah Danantara sekarang, " tegas Purbaya. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |