PAPUA - Di balik senjata dan slogan perjuangan, kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menciptakan teror di tengah kehidupan warga sipil Papua. Kali ini, ancaman itu datang dalam bentuk penghadangan jalan dan pembegalan terang-terangan aksi yang tak hanya melumpuhkan roda ekonomi, tapi juga melukai rasa aman masyarakat. Kamis 17, April 2025.
Dalam beberapa bulan terakhir, warga di sejumlah daerah terpencil seperti Nduga dan Intan Jaya hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Kelompok OPM dilaporkan kerap menghentikan kendaraan warga, merampas barang-barang kebutuhan hidup mereka, dan bahkan tak segan mengintimidasi serta menganiaya siapa saja yang dianggap menolak “menyumbang” pada apa yang mereka sebut perjuangan.
“Kami ini cuma rakyat biasa, bukan tentara. Tapi kami diperlakukan seperti musuh, ” ujar seorang ibu rumah tangga dari Kampung Geselema dengan suara gemetar, usai menjadi korban penghadangan saat pulang dari pasar. Dalam insiden itu, bahan makanan, uang hasil jualan, hingga ponsel miliknya dirampas oleh kelompok bersenjata.
Ironisnya, aksi-aksi ini dilakukan dengan dalih sebagai bantuan perjuangan. Namun di mata rakyat, ini bukan perjuangan ini pemerasan yang merampas harapan.
Kejadian serupa juga terjadi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, ketika sekelompok bersenjata menghadang mobil pengangkut hasil panen warga dan menguras seluruh muatan. Sopir kendaraan tersebut dilaporkan mengalami trauma berat setelah diancam dengan senjata api.
Akibat maraknya pembegalan dan penghadangan ini, aktivitas ekonomi masyarakat lumpuh. Warga takut bepergian, pasar menjadi sepi, distribusi bahan pokok tersendat, dan harga kebutuhan melonjak drastis. Yang paling merasakan dampaknya tentu adalah warga kecil yang mengandalkan setiap hari dari hasil kebun dan jual beli sederhana.
“Kami tak bisa ke kota, takut dicegat. Barang dagangan banyak yang rusak karena tak bisa dijual. Hidup makin sulit, ” keluh seorang petani dari Distrik Bugalaga.
OPM mungkin mengklaim berjuang demi kebebasan, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa senjata mereka bukan hanya ditujukan pada aparat, tapi juga pada rakyat sendiri. Ketakutan, trauma, dan penderitaan kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Papua yang seharusnya dilindungi.
Kini, yang dibutuhkan bukan senjata atau slogan, tapi keamanan, ketenangan, dan kesempatan untuk hidup layak. Rakyat Papua ingin damai, bukan hidup sebagai sandera dari konflik yang tak berkesudahan. (APK/Red1922)