JAKARTA - Kabar mengejutkan datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang secara resmi mengumumkan pembubaran Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) milik PT Jiwasraya. Keputusan ini diambil menyusul pencabutan izin usaha Jiwasraya yang telah ditetapkan pada 16 Januari 2025 lalu. Bagi para nasabah, ini adalah momen yang penuh kecemasan, membayangkan nasib dana yang telah mereka percayakan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa langkah pembubaran ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Pasal 183 undang-undang tersebut secara tegas menyatakan bahwa pendirian dana pensiun yang dibubarkan menjadi salah satu alasan pembubaran dana pensiun itu sendiri.
"Langkah ini merupakan bagian dari proses likuidasi Asuransi Jiwasraya yang sedang berjalan, sekaligus memastikan penyelesaian sesuai aturan yang berlaku, " ungkap Ogi dalam jawaban tertulis, Kamis (18/9/2025)..
Lebih lanjut, Ogi merinci bagaimana nasib ribuan peserta DPPK dan DPLK Jiwasraya akan ditangani. Peserta DPPK, yang umumnya adalah karyawan setia Jiwasraya, akan melalui proses likuidasi aset. Tujuannya jelas: pembayaran manfaat pensiun yang adil, berdasarkan valuasi aktuaria dan laporan keuangan yang telah diaudit. Ini adalah upaya untuk mengembalikan hak mereka yang telah diperjuangkan selama ini.
Sementara itu, untuk DPLK, yang pesertanya bisa berasal dari masyarakat umum yang secara sukarela memilih proteksi dana pensiun Jiwasraya, kewajiban akan dialihkan. Ogi memastikan bahwa hak-hak peserta akan tetap terlindungi, dengan pengalihan ke DPLK lain yang dipilih oleh Pemberi Kerja atau Kelompok Peserta. Ini memberikan sedikit kelegaan di tengah ketidakpastian.
Sebelumnya, keluhan para pensiunan PT Jiwasraya (Persero) sudah sampai ke telinga Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Mereka menyuarakan keresahan karena hak dana pensiun yang seharusnya menjadi milik mereka hingga kini belum sepenuhnya terpenuhi. Perjuangan mereka untuk mendapatkan hak yang semestinya memang terasa berat.
Ketua Perkumpulan Pensiunan Pusat, De Yong Adrian, mengungkapkan keprihatinannya. Total Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya untuk mantan karyawan mencapai Rp 371, 8 miliar. Namun, per 31 Desember 2024, masih ada sisa kewajiban pembayaran sebesar Rp 239, 7 miliar. Angka ini tentu menimbulkan tanda tanya besar.
"Sampai saat ini belum juga ada kejelasan kapan pemberi kerja dalam hal ini adalah Direksi Jiwasraya akan melunasi kewajibannya 100% kepada dana pensiun Jiwasraya yang menjadi hak para pensiunan Jiwasraya melalui dana pensiun pemberi kerja, " ujarnya di Komisi VI, Senin (3/2)..
Kekhawatiran para pensiunan sangat beralasan. Mereka takut hak-hak mereka, yang telah mereka perjuangkan selama bertahun-tahun, akan hilang begitu saja saat Jiwasraya memasuki tahap likuidasi. Saat ini, ada sekitar 7.000 orang yang menanti kejelasan nasib dana pensiun mereka.
Analisis lebih lanjut menunjukkan gambaran yang kurang menggembirakan. Aset yang dimiliki Jiwasraya belum sepenuhnya mencukupi untuk membayarkan seluruh polis dan kewajiban pensiun. Meski angka aset keseluruhan tidak dirinci, data yang ada menunjukkan bahwa aset DPPK Jiwasraya hanya berkisar Rp 654, 5 miliar dengan Aset Neto Likuid Rp 149, 1 miliar. Ironisnya, masih terdapat sisa kewajiban Pendiri sebesar Rp354 miliar. Lebih parah lagi, hasil audit BPKP mengindikasikan adanya potensi fraud senilai Rp257 miliar dari total kewajiban tersebut. Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengelolaan dana di masa lalu. (PERS)