PUNCAK - Situasi keamanan di Distrik Yamo kembali diguncang ulah kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XXVIII Yambi. Melalui pernyataan yang beredar di media sosial, kelompok tersebut menyebarkan informasi menyesatkan dengan menuduh aparat keamanan (Apkam) menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup, serta mengklaim telah menembak seorang agen intelijen yang disebut berprofesi sebagai tukang ojek.
Namun, klaim itu segera terbukti tidak benar alias hoaks. Faktanya, tidak ada laporan penembakan terhadap warga sipil maupun tukang ojek sebagaimana disebarkan OPM. Pernyataan kelompok tersebut dinilai hanya sebagai strategi propaganda untuk menebar kebencian dan memecah belah persatuan masyarakat.
Lebih berbahaya lagi, fitnah itu mengarah pada profesi warga sipil pendatang yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek, tukang bangunan, pedagang bakso, hingga penjual kios. Tuduhan sepihak itu dinilai bisa memicu rasa curiga dan kebencian terhadap orang-orang yang justru menghidupi keluarganya dengan cara sederhana dan halal.
Tokoh masyarakat Puncak, **Yonas Murib, dengan tegas mengecam tindakan OPM tersebut.
“Hoaks yang ditebar Kodap XXVIII Yambi hanya ingin membuat masyarakat saling curiga. Mereka menuduh orang biasa sebagai agen intelijen, padahal mereka hanya bekerja untuk keluarga. Ini strategi menebar ketakutan yang sangat berbahaya bagi persaudaraan kita, ” ujarnya, Jumat (19/9/2025).
Tak berhenti di situ, OPM Kodap XXVIII Yambi juga menyebarkan ancaman dengan menyebut bahwa warga sipil yang tergabung sebagai Banpol (Bantuan Polisi) atau Komcad (Komponen Cadangan) harus dieksekusi mati. Mereka bahkan melabeli warga sipil yang membantu aparat sebagai “hama”.
Pernyataan tersebut memicu keprihatinan luas, termasuk dari Ketua Adat Distrik Yamo, Markus Tabuni. Ia menilai OPM telah jauh melenceng dari tujuan perjuangannya.
“Kalau benar memperjuangkan rakyat Papua, seharusnya mereka melindungi, bukan mengancam untuk membunuh. Justru dengan teror ini, OPM menunjukkan mereka tidak lagi berpihak pada rakyatnya sendiri, ” tegas Markus.
Masyarakat kini semakin menyadari bahwa propaganda OPM hanya membawa penderitaan. Bukan hanya aparat keamanan yang diserang dengan fitnah, tetapi juga rakyat kecil yang seharusnya dilindungi. Karena itu, tokoh adat, tokoh masyarakat, hingga aparat menyerukan agar warga tetap bersatu dan tidak terprovokasi oleh isu menyesatkan.
“Perdamaian di tanah Papua hanya bisa terwujud bila rakyat menolak tegas segala bentuk fitnah, ancaman, dan kekerasan. Kita harus melawan hoaks dengan persatuan, ” kata Yonas menutup pernyataannya.
Kerukunan dan persaudaraan diyakini menjadi benteng terkuat menghadapi provokasi. Di tengah gencarnya propaganda kelompok bersenjata, suara masyarakat yang menginginkan kedamaian justru semakin nyaring terdengar.
(APK/Redaksi (JIS)