JAKARTA - Sebuah fenomena perdagangan emas yang tak terduga tengah mengguncang pasar regional Asia Tenggara. Thailand, negeri yang identik dengan geliat perdagangan emasnya, justru mencatatkan lonjakan ekspor yang dramatis. Namun, di balik angka-angka fantastis tersebut, terselip kejutan: Thailand ternyata sangat bergantung pada pasokan koin emas dari Indonesia.
Dalam tujuh bulan pertama tahun 2025, ekspor emas Thailand menuju Kamboja meroket hingga 19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai transaksi ini menyentuh angka 71, 3 miliar baht, setara dengan Rp31 triliun. Jika tren positif ini terus berlanjut, ada potensi besar angka ini akan melampaui rekor tahun 2024 yang sebesar 106 miliar baht.
Lonjakan ini sontak menjadikan Kamboja, sebuah negara dengan skala ekonomi yang relatif lebih kecil, sebagai salah satu destinasi utama emas Thailand. Posisi Kamboja kini sejajar dengan pusat perdagangan emas dunia seperti Singapura dan Swiss, sebuah fakta yang memunculkan tanda tanya besar di benak banyak pihak.
Federasi Industri Thailand (FTI) secara tegas menyatakan bahwa volume perdagangan emas ke Kamboja tidak sejalan dengan kebutuhan domestik negara tersebut. Muncul dugaan kuat bahwa emas tersebut dimanfaatkan sebagai alat untuk aktivitas ilegal, mulai dari sindikat penipuan daring hingga praktik kasino lintas batas.
Kekhawatiran semakin meluas, bahkan Bank of Thailand pun didesak untuk segera meneliti arus keluar masuk emas ini. Ada kekhawatiran serius bahwa fenomena ini bisa menjadi celah bagi praktik pencucian uang, sekaligus memicu penguatan nilai mata uang baht secara berlebihan yang pada akhirnya mengancam daya saing ekspor Thailand sendiri.
Sementara itu, di sisi lain kancah perdagangan emas regional, Indonesia tampil sebagai pemain yang mengejutkan. Data dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menunjukkan lonjakan ekspor koin emas (dengan kode HS 71189010) yang luar biasa. Angkanya melonjak hingga 57.826% pada periode Januari-Juli 2025 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Nilai ekspor ini berhasil menembus angka US$752, 7 juta, atau sekitar Rp12, 37 triliun. Yang lebih mencengangkan, hampir seluruh jumlah tersebut diserap oleh Thailand, dengan porsi mencapai US$714, 2 juta. Meskipun pasar lain untuk koin emas Indonesia mulai bermunculan, seperti Uni Emirat Arab (US$35, 3 juta), India (US$3, 2 juta), dan China (US$0, 9 juta, anjlok lebih dari 90% dibanding tahun lalu), dominasi absolut Thailand tetap tak terbantahkan.
Ledakan ekspor koin emas ini menempatkannya sebagai salah satu komoditas dengan lonjakan nilai tertinggi sepanjang tahun 2025, bersanding dengan komoditas seperti petroleum spirit, platinum, lithium oxide, dan LPG campuran. Fenomena paradoks pun tercipta: Thailand mengekspor emas dalam jumlah masif ke Kamboja yang menimbulkan kecurigaan internasional, namun di sisi lain, negara yang sama justru menjadi penyerap hampir seluruh koin emas dari Indonesia.
Hubungan dagang yang unik ini secara gamblang memperlihatkan bagaimana emas, baik dalam bentuk batangan maupun koin, kini telah bertransformasi. Ia tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi dan perdagangan yang sah, tetapi juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari arus keuangan lintas batas yang sarat dengan muatan spekulasi. (PERS)