SUMENEP - Lagi-lagi, aroma korupsi tercium di program bantuan perumahan di Sumenep. Kali ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menunjuk seorang pejabat eselon di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan penyelewengan dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Langkah ini diambil setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan yang mendalam.
Sosok yang kini berstatus tersangka adalah NLA, yang membawahi bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Perhubungan Kabupaten Sumenep. Keputusan ini disambut dengan penahanan langsung terhadap NLA di Rumah Tahanan (Rutan) Kejati Jatim sejak Selasa (4/11/2025) malam. Saya membayangkan betapa terkejutnya beliau dan keluarga saat mengetahui kabar ini, sebuah konsekuensi yang berat atas dugaan tindakan yang merugikan masyarakat.
"Untuk memudahkan proses pemeriksaan lanjutan, tersangka ditahan selama 20 hari ke depan, " ungkap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo, saat dikonfirmasi pada Rabu (5/11/2025). Keputusan penahanan ini tentu bukan tanpa alasan, melainkan demi kelancaran investigasi yang sedang berjalan.
Penetapan tersangka baru ini merupakan buah manis dari pengembangan penyidikan yang cermat. Pihak Kejati Jatim mengaku menemukan bukti-bukti baru dan keterangan saksi yang mengarah kuat pada keterlibatan NLA dalam skandal ini. "Kami tetapkan tersangka baru setelah ada keterangan saksi dan alat bukti yang mengarah kepada tersangka ini, " ujar Wagiyo, menekankan bahwa setiap langkah diambil berdasarkan fakta hukum.
Lebih dari sekadar penindakan, Kejati Jatim menegaskan komitmennya untuk melakukan perbaikan sistem yang lebih luas. "Kejaksaan tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada perbaikan sistem agar tata kelola pemerintahan berjalan lebih bersih, transparan, dan akuntabel, ” pungkasnya. Ini adalah pesan kuat bahwa keadilan tidak hanya soal menghukum, tapi juga mencegah agar kejadian serupa tidak terulang.
Sebelumnya, kasus ini sudah mulai terkuak pada 14 Oktober 2025, ketika empat orang lain lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah RP selaku Koordinator Kabupaten Program BSPS Sumenep, AAS dan MW selaku fasilitator, serta HW selaku pembantu fasilitator. Modus operandi yang diduga mereka lakukan adalah pemotongan dana program. Dana senilai Rp 3, 5 juta hingga Rp 4 juta diduga dipotong sebagai komitmen fee, ditambah lagi Rp 1 juta hingga Rp 1, 4 juta untuk biaya laporan. Sungguh miris membayangkan dana yang seharusnya untuk perbaikan rumah warga malah disalahgunakan.
Program BSPS sendiri merupakan inisiatif pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak huni. Pada tahun 2024, alokasi dana untuk program ini di Kabupaten Sumenep mencapai lebih dari Rp 109 miliar. Dana tersebut disalurkan kepada 5.490 penerima di 143 desa yang tersebar di 24 kecamatan. Setiap penerima berhak mendapatkan Rp 20 juta, yang terbagi untuk pembelian material bangunan dan biaya tukang. Bayangkan, harapan ribuan keluarga untuk memiliki rumah yang lebih baik kini tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. (PERS)














































