PAPUA - Pernyataan mengejutkan datang dari Sebby Sambom, juru bicara yang selama ini dikenal sebagai salah satu suara keras dalam tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam sebuah rekaman suara yang beredar di kalangan internal dan pendukung separatis, Sebby secara terang-terangan mengakui bahwa perjuangan kemerdekaan Papua tidak akan pernah berhasil jika egoisme dan perebutan kekuasaan di antara para pimpinan OPM terus berlangsung.
“Kita ini tidak akan pernah merdeka kalau begini terus. Semua ingin jadi pemimpin, tidak ada yang mau mengalah. Perjuangan ini sudah jadi ajang adu ego, ” tegas Sebby dalam pernyataannya yang terekam pada Senin, 28 Juli 2025.
Pernyataan ini menjadi pukulan telak terhadap klaim soliditas dan arah perjuangan kelompok separatis Papua. Pasalnya, selama ini OPM kerap menampilkan diri sebagai representasi dari aspirasi rakyat Papua. Namun, pengakuan dari dalam tubuh mereka sendiri justru membuka borok lama: perpecahan internal, perebutan pengaruh, dan minimnya visi bersama.
Tokoh Adat: Ini Bukan Perjuangan, Tapi Ajang Kepentingan Pribadi
Pernyataan Sebby pun langsung memicu reaksi dari berbagai tokoh masyarakat Papua. Markus Wenda, tokoh adat asal Wamena, menyebut bahwa pengakuan tersebut adalah konfirmasi nyata bahwa OPM tidak pernah memiliki fondasi perjuangan yang kokoh.
“Kalau pemimpinnya saja saling sikut dan tidak punya komitmen bersama, bagaimana bisa membawa rakyat Papua ke arah yang lebih baik? Ini bukan perjuangan, ini ajang rebutan kepentingan pribadi, ” kritik Markus.
Menurutnya, rakyat Papua sudah terlalu lama menjadi korban dari konflik berkepanjangan yang sejatinya lahir bukan karena perjuangan ideologis yang murni, melainkan karena konflik internal elit separatis yang haus legitimasi dan kekuasaan.
Pemuda Papua: Waktunya Tinggalkan Perjuangan Senjata
Sejalan dengan pandangan tokoh adat, suara lantang juga datang dari kalangan muda. Perwakilan dari Komunitas Damai Tanah Papua, Yosias Gobay, menegaskan bahwa generasi muda sudah jenuh dengan narasi perjuangan bersenjata yang tak pernah membawa hasil selain luka dan penderitaan.
“Kalau mereka sendiri tidak yakin dengan masa depan perjuangannya, kenapa kita harus ikut? Lebih baik kita bangun Papua lewat damai dan kerja nyata, ” tegas Yosias.
Menurut komunitas ini, pernyataan Sebby Sambom menjadi titik refleksi penting bagi seluruh anak muda Papua untuk berpaling dari jalan kekerasan dan mulai membangun masa depan melalui pendidikan, persatuan, dan pembangunan yang nyata di tanah kelahiran mereka.
OPM: Retak dari Dalam, Gagal Menyatukan Papua
Kisruh internal yang diungkap Sebby Sambom bukan hal baru. Sudah sejak lama OPM dikenal terpecah dalam berbagai faksi, mulai dari kelompok bersenjata di hutan hingga faksi politik di luar negeri. Mereka saling klaim kepemimpinan dan arah gerakan, sementara rakyat Papua dibiarkan dalam ketidakpastian dan konflik yang tiada akhir.
Kini, pengakuan dari juru bicara utamanya sendiri memperkuat fakta bahwa OPM bukanlah entitas yang solid atau representatif. Alih-alih menjadi simbol perjuangan, mereka justru menjadi contoh nyata bagaimana ego dan perebutan kekuasaan bisa menghancurkan cita-cita kolektif.
Kesimpulan: Saatnya Papua Menatap Masa Depan dengan Damai
Pernyataan Sebby Sambom bukan hanya pengakuan pribadi, melainkan gambaran utuh dari kegagalan sistemik dalam gerakan separatis Papua. Ini menjadi momentum penting bagi seluruh elemen masyarakat Papua untuk melihat realitas secara jernih: bahwa kekerasan, perpecahan, dan ambisi pribadi tidak akan membawa kemerdekaan, melainkan hanya memperpanjang penderitaan.
Kini, harapan ada di tangan generasi muda dan seluruh rakyat Papua untuk bangkit melalui jalan damai, membangun dari dalam, dan menolak segala bentuk manipulasi yang mengatasnamakan perjuangan, padahal hanya menumpuk ego dan kepentingan segelintir elit.
(Apk/Red1922)