Jakarta - Kadivhumas Polri, Irjen. Pol. Sandi Nugroho, memberikan penjelasan mendalam mengenai komposisi dan mekanisme penugasan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang bertugas di luar struktur organisasi Polri, tepatnya di berbagai kementerian dan lembaga negara. Penjelasan ini disampaikan dalam sesi doorstop di Mabes Polri pada Jumat, 17 November 2025, menyusul adanya peningkatan perhatian publik terhadap jumlah personel aktif yang ditugaskan di sektor pemerintahan sipil.
Menurut Irjen. Sandi Nugroho, data terbaru menunjukkan bahwa penugasan anggota Polri memiliki fungsi yang sangat beragam. Ia menegaskan bahwa tidak seluruhnya mengisi jabatan struktural atau manajerial yang strategis. "Yang menduduki jabatan manajerial itu sekitar tiga ratusan. Sedangkan angka 4.351 itu termasuk staf, ajudan, pengawal, dan fungsi pendukung lainnya. Jadi bukan semuanya jabatan sipil yang manajerial, " ujar Kadivhumas.
Berdasarkan data resmi Polri per tanggal 16 November 2025, tercatat ada sekitar 300 anggota Polri yang duduk di jabatan manajerial atau eselon di kementerian/lembaga. Jabatan-jabatan tersebut meliputi Eselon I.A, I.B, II.A, III.A, hingga IV.A, serta posisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, Madya, dan Pratama. Sementara itu, sekitar 4.000 anggota Polri lainnya tersebar pada jabatan non-manajerial. Posisi ini mencakup peran sebagai staf, asisten, koordinator, penyidik, ajudan, pengawal atau pamwal (pengamanan dan pengawalan), staf khusus, serta berbagai fungsi pendukung lainnya yang krusial bagi operasional kementerian dan lembaga.
Selain menyajikan data kuantitatif yang terperinci, Kadivhumas juga menguraikan mekanisme resmi yang telah lama berlaku dalam penugasan anggota Polri ke kementerian/lembaga. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan setiap penempatan personel dilakukan secara transparan dan profesional, berlandaskan pada permintaan resmi dari kementerian atau lembaga terkait, serta melalui proses evaluasi kompetensi yang ketat. "Penugasan anggota Polri di luar struktur dilakukan karena adanya permintaan dari kementerian atau lembaga terkait. Setelah asesmen dilakukan, baru diajukan melalui keputusan Presiden untuk jabatan tertentu, " jelasnya.
Proses penugasan ini, sebagaimana dirinci oleh Kadivhumas, diawali dengan adanya surat permintaan resmi dari kementerian atau lembaga kepada Kapolri. Selanjutnya, Asisten Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri akan melakukan asesmen mendalam untuk mengidentifikasi kandidat anggota Polri yang paling relevan dan memiliki kualifikasi sesuai kebutuhan. Kandidat yang terpilih kemudian akan dihadapkan secara resmi kepada kementerian atau lembaga pemohon untuk mendapatkan persetujuan akhir. Untuk jabatan-jabatan strategis seperti Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama dan Madya, pengangkatan memerlukan Keputusan Presiden. Sementara itu, untuk jabatan di bawahnya, pengangkatan dilakukan melalui Keputusan Menteri atau Pimpinan Lembaga Negara terkait.
Irjen. Sandi Nugroho menegaskan kembali bahwa penugasan anggota Polri pada jabatan struktural di kementerian/lembaga tidak bisa hanya didasarkan pada surat internal Polri semata. "Keputusan untuk personel Polri duduk di kementerian/lembaga adalah dengan keputusan Presiden, bukan dengan surat penugasan Kapolri, " tegasnya, menekankan pentingnya payung hukum yang jelas dan tingkatan kewenangan yang tepat dalam setiap penempatan personel.
Menindaklanjuti berbagai dinamika dan potensi multitafsir, Polri memastikan bahwa seluruh data dan mekanisme penugasan ini akan menjadi bagian dari kajian tim pokja yang telah dibentuk. Pembentukan tim pokja ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi, yang bertujuan untuk menyempurnakan arah kebijakan penugasan personel ke depan agar tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat berjalan secara optimal tanpa menimbulkan kebingungan.
(Berry)









































