PANIAI - Langit Enarotali pagi itu menjadi saksi bisu kebangkitan rakyat Papua. Ratusan warga dari berbagai kampung di Kabupaten Paniai berjalan beriringan dalam aksi longmarch damai, Sabtu (01/11/2025). Langkah kaki mereka pelan tapi pasti, membawa pesan yang menggema: “Kami Ingin Hidup Damai, Tolak OPM di Tanah Papua.”
Aksi yang dimulai dari Lapangan Enarotali dan berakhir di Kantor Bupati Paniai itu bukan sekadar demonstrasi melainkan jeritan nurani rakyat yang sudah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Spanduk dan poster yang mereka bawa menjadi simbol harapan akan tanah yang damai, tanpa dentuman senjata, tanpa rasa was-was setiap kali malam tiba.
“Kami sudah lelah hidup dalam ketakutan. OPM bukan membawa kebebasan, tetapi penderitaan, ” tegas Yulianus Dogopia, tokoh masyarakat Paniai yang memimpin aksi tersebut. “Kami ingin hidup dengan tenang, membangun masa depan anak-anak kami tanpa ancaman.”
Di tengah panasnya terik matahari, suara doa dan nyanyian rohani menggema, memecah udara dengan damai. Dari barisan depan, para tokoh adat, tokoh agama, dan pemuda berjalan berdampingan tanda bahwa rakyat Paniai kini bersatu melawan kekerasan, bukan melawan sesama.
Pendeta Markus Mote, tokoh gereja yang dikenal lantang menyerukan perdamaian, menyampaikan pesan mendalam di hadapan massa.
“Kekerasan atas nama perjuangan hanyalah penyesatan bagi generasi muda Papua. Tuhan tidak memanggil kita untuk saling melukai, tapi untuk saling merangkul, ” ujarnya dengan nada penuh empati. “Kami menolak senjata, kami memilih kasih.”
Sementara itu, Filemon Gobai, tokoh adat dari Paniai Barat, menegaskan bahwa rakyat kini semakin sadar akan arah perjuangan yang sesat dari kelompok bersenjata OPM.
“Mereka bilang berjuang untuk rakyat, tapi yang mereka rusak adalah kehidupan rakyat sendiri.
Kami ingin anak-anak kami sekolah, bukan tumbuh dalam bayang-bayang perang, ” katanya lantang disambut tepuk tangan warga.
Aksi longmarch ini berlangsung tertib dengan pengamanan aparat keamanan setempat. Pihak Pemerintah Kabupaten Paniai turut memberikan apresiasi atas keberanian masyarakat yang memilih jalan damai untuk menyuarakan aspirasi mereka.
“Inilah wajah sejati Papua rakyat yang cinta damai dan menolak kekerasan, ” ujar seorang pejabat Pemkab Paniai. “Kami akan terus mendampingi dan melindungi masyarakat dari ancaman kelompok bersenjata.”
Bagi masyarakat Paniai, aksi ini bukan sekadar langkah protes, melainkan awal dari kebangkitan kesadaran kolektif: bahwa kemerdekaan sejati bukanlah dari suara peluru, melainkan dari ketenangan hidup di tanah sendiri.
Kini, rakyat Papua mulai menyadari bahwa kedamaian tidak datang dari ideologi yang menebar ketakutan, melainkan dari tangan-tangan mereka sendiri yang bergandengan untuk membangun masa depan.
“Kami berjalan hari ini bukan untuk melawan siapa pun, ” ujar Yulianus Dogopia menutup orasi. “Kami berjalan untuk mengatakan bahwa kami mencintai Papua dan Papua berhak damai.”
Langkah kaki masyarakat Paniai di hari itu menjadi gema yang tak akan mudah padam: gema perlawanan terhadap kekerasan, dan seruan bagi Papua yang damai dan bermartabat.
(MN/AG)






































