JAKARTA - Sebuah langkah strategis diambil pemerintah untuk menjawab tantangan backlog perumahan nasional yang kian mendesak. Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), Rosan Roeslani, mengumumkan peningkatan signifikan pada alokasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan. Jika pada tahun 2025 alokasi yang disiapkan sebesar Rp130 triliun, angka ini direncanakan akan terus merangkak naik hingga mencapai Rp250 triliun secara bertahap.
Inisiatif besar ini dirancang khusus untuk menekan defisit perumahan yang saat ini diperkirakan mencapai 15 juta unit. Untuk mempermudah akses masyarakat, pemerintah memberikan subsidi bunga KUR pada sisi pasokan hingga lima persen. Sementara itu, pada sisi permintaan, plafon pembiayaan ditetapkan hingga Rp500 juta dengan bunga enam persen. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat penyerapan dana dan menjangkau lebih banyak masyarakat yang membutuhkan hunian.
"Kalau penyerapan berjalan baik dan lancar, tahun depan alokasinya bisa ditambah lagi, bahkan hingga Rp250 triliun, ” ujar Rosan dalam acara Simposium Gotong Royong Warisan Bangsa di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Dukungan pemerintah tidak berhenti pada alokasi anggaran semata. Bank-bank Himbara telah menerima suntikan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Khususnya, PT Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai bank spesialis pembiayaan perumahan, mendapatkan alokasi sebesar Rp25 triliun. Dana ini akan menjadi amunisi tambahan untuk memperkuat berbagai program perumahan yang sedang digalakkan.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menambahkan, “Ini seperti vitamin tambahan untuk memperlancar eksekusi program.”
Meskipun tantangan terbesar terletak pada optimalisasi penyerapan dana yang besar agar tepat sasaran, Rosan optimis bahwa target monumental Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto akan menuai hasil yang baik dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
Lebih dari sekadar menyediakan hunian, KUR perumahan ini diproyeksikan akan menciptakan efek berganda bagi perekonomian nasional. Dengan suku bunga yang kompetitif, sektor swasta diharapkan semakin terdorong, perputaran uang di daerah akan meningkat pesat, dan daya beli masyarakat pun akan terstimulasi.
“Program ini adalah langkah konkret pemerintah untuk mempercepat peredaran dana, sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional, ” pungkasnya.
Di sisi lain, keterlibatan pengembang besar juga menjadi kunci dalam kesuksesan program pembangunan tiga juta rumah ini. Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group, James Riady, memandang program ini sebagai peluang emas bagi para pengembang.
“Untuk developer ini adalah peluang emas. Semua developer itu ingin cepat-cepat memanfaatkan kesempatan ini, ” ujar James dalam kesempatan yang sama, seraya menekankan bahwa pemerintah telah menyediakan fasilitas pendanaan berjangka menengah, sekitar lima tahun, dengan suku bunga khusus yang dirancang untuk menggairahkan sektor properti.
James meyakini bahwa pelemahan daya beli masyarakat bukanlah hambatan utama, mengingat perumahan merupakan kebutuhan dasar yang tak terhindarkan, terlebih Indonesia tengah menghadapi defisit perumahan yang signifikan. Dana yang digelontorkan pemerintah akan mengalir ke para developer, kontraktor, dan supplier, yang berperan sebagai lokomotif penggerak industri perumahan.
“Kesempatan ini sebaiknya dimanfaatkan oleh seluruh pelaku usaha, baik pengusaha, kontraktor, developer, maupun supplier, ” tegas James.
Dengan estimasi James, pembangunan perumahan di berbagai kota di Indonesia dapat mencapai lebih dari 500 ribu hingga 700 ribu unit per tahun. Realisasi ini berpotensi membuka lapangan kerja baru bagi 7 hingga 8 juta orang. Namun, ia mencatat bahwa realisasi program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebelumnya hanya mampu mencapai sekitar 350 ribu unit, sehingga kebijakan baru ini diharapkan dapat meningkatkan angka tersebut hingga 700 ribu unit.
Menyambung hal tersebut, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menyoroti pentingnya penyerapan yang berkualitas dalam sektor perumahan. Fokus utamanya adalah memastikan ekosistem perumahan mampu meyakinkan seluruh pemangku kepentingan bahwa sektor ini siap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, ekosistem perumahan tidak hanya berfungsi menyediakan hunian yang layak, tetapi juga memainkan peran krusial dalam penyerapan tenaga kerja secara masif. Ia memperkirakan, setiap pembangunan satu rumah subsidi saja dapat menciptakan lapangan kerja bagi sekitar lima orang.
“Ekosistem ini siap untuk melakukan serapan secara berkualitas, membuka lapangan pekerjaan yang masif, ” tutupnya. (PERS)