Sukabumi, 17 September 2025 — Di tengah semarak peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ yang digelar di berbagai pelosok Sukabumi, Sebagai anak kampung yang bau lisung, Ruslan Raya, menyampaikan pandangan reflektif yang menggugah: bahwa Muludan bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan gerakan sosial yang menanamkan akhlak, memperkuat spiritualitas, dan menumbuhkan keberkahan dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Ruslan, esensi Maulid Nabi terletak pada keberanian masyarakat untuk meneladani akhlak Rasulullah ﷺ dalam praktik sehari-hari—jujur dalam berdagang, adil dalam memimpin, lembut dalam berkomunikasi, dan peduli terhadap sesama. Ia menilai bahwa peringatan Maulid harus menjadi titik tolak perubahan sosial yang berakar pada nilai-nilai kenabian.
“Maulid adalah momen kalibrasi. Kita mengatur ulang sistem navigasi sosial kita agar tetap mengorbit pada akhlak Rasulullah. Tanpa itu, masyarakat bisa melenceng dari lintasan berkah, ” ujar Ruslan.
Ia menggambarkan akhlak Rasulullah ﷺ sebagai gravitasi moral yang menjaga keseimbangan sosial. Ketika masyarakat menjadikan kejujuran, kasih sayang, dan keadilan sebagai pusat orbit, maka pembangunan tidak hanya bergerak secara horizontal, tetapi juga menembus lapisan keberkahan yang lebih dalam.
“Kita ini seperti lapisan geologi. Ada kerak birokrasi, mantel ekonomi, dan inti spiritual. Maulid Nabi adalah gempa kesadaran yang mengguncang semua lapisan itu agar kembali sejajar dengan nilai-nilai kenabian, ” tambah Ruslan.
Sebagai Mata Sosial, Ruslan menekankan bahwa semangat Sukabumi Mubarokah harus menjadi atmosfer yang melindungi dan memberi arah. Ia menyebut bahwa keberkahan tidak lahir dari seremoni, melainkan dari proses sedimentasi nilai: pelayanan publik yang jujur, pemuda yang berani berakhlak, dan UMKM yang tumbuh di atas fondasi kepercayaan.
Dalam konteks kepemimpinan daerah, Ruslan menyampaikan keyakinan kuat kepada figur strategis Sukabumi, Asep Japar, sebagai sosok yang mampu membawa daerah ini kembali ke porosnya—yakni poros keberkahan, stabilitas, dan nilai-nilai luhur yang menjadi identitas Sukabumi.
“Saya meyakini, dengan semangat Sukabumi Mubarokah, Asep Japar bisa menjadi navigator yang membawa Sukabumi kembali ke porosnya. Stabilitas sosial dan arah pembangunan akan terjaga jika gravitasi akhlak dan keberkahan dijadikan pedoman. Ini bukan sekadar harapan, tapi keyakinan yang lahir dari rekam jejak dan komitmen beliau terhadap nilai-nilai masyarakat, ” tegas Ruslan.
Pernyataan Ruslan mendapat resonansi dari berbagai komunitas. Di tengah turbulensi sosial dan ekonomi, Maulid Nabi menjadi seperti stasiun luar angkasa spiritual—tempat masyarakat mengisi ulang energi moral sebelum kembali melanjutkan misi pembangunan. Dan dengan figur-figur yang berporos pada nilai, Sukabumi diyakini akan tetap berada dalam lintasan berkah.