ASMAT, PAPUA - Di pedalaman Kabupaten Asmat, Papua, suara gergaji dan palu memecah hening tepian sungai Distrik Sawa Erma. Bukan sekadar aktivitas pertukangan biasa, melainkan sebuah upaya kolektif untuk menghidupkan kembali jalur penting yang selama ini menjadi nadi kehidupan masyarakat. Jembatan menuju Gereja Kuasi Paroki Santo Damian kini diperbaiki oleh Satgas Pamtas Mobile Yonif 733/Masariku bersama warga, menghadirkan secercah harapan baru bagi umat yang selama ini dibatasi oleh kondisi infrastruktur yang memprihatinkan. Rabu (17/09/2025).
Memasuki hari ketujuh pengerjaan, prajurit TNI tidak hanya memperkuat struktur jembatan dengan mengganti papan lapuk, tetapi juga fokus membangun pagar pembatas agar umat bisa melintas dengan lebih aman. Kehadiran jembatan ini ibarat denyut nadi yang menghubungkan masyarakat dengan aktivitas keagamaan, pendidikan, hingga kegiatan sosial sehari-hari.
Jembatan Bukan Sekadar Kayu dan Papan
Bagi umat Katolik di Paroki Santo Damian, jembatan ini bukan sekadar penghubung fisik. Ia menjadi simbol keimanan dan kebersamaan, jalan menuju doa, misa, serta perayaan sakramen. Namun, selama bertahun-tahun, kondisi jembatan yang rapuh membuat warga harus berjibaku setiap kali melintas. Anak-anak kerap ketakutan, lansia membutuhkan bantuan, bahkan tak jarang ada aktivitas ibadah yang tertunda demi keselamatan.
Kini, perubahan itu mulai terasa. Dengan gotong royong TNI dan masyarakat, jembatan yang dulu membahayakan kini berdiri lebih kokoh dan menjanjikan rasa aman.
“Perbaikan ini adalah bukti respon cepat kami dalam membantu masyarakat di sekitar titik kuat Satgas. Kami ingin jembatan ini segera bisa dilewati kembali dengan aman dan nyaman, ” tegas Dansatgas Pamtas Mobile Yonif 733/Masariku, Letkol Inf Julius Jongen Matakena, kepada wartawan.
Gotong Royong Hidupkan Asa Baru
Pengerjaan jembatan tidak hanya menjadi pekerjaan teknis, tetapi juga momentum kebersamaan. Warga kampung ikut turun tangan mengangkut kayu, memaku papan, hingga menyiapkan logistik sederhana untuk para prajurit. Semangat gotong royong itu membuktikan bahwa kehadiran TNI di Papua bukan untuk menciptakan jarak, melainkan membangun kedekatan.
Seorang warga mengungkapkan rasa bangganya bisa terlibat langsung. “Kami tidak hanya menerima hasil jadi, tapi ikut bekerja sama. Rasanya seperti membangun rumah bersama keluarga besar, ” ujarnya sambil tersenyum.
Syukur dan Sukacita Umat
Ungkapan haru datang dari Pastor Sipri, perwakilan Gereja Kuasi Paroki Santo Damian. Menurutnya, jembatan yang kokoh akan memberi dampak luas, bukan hanya bagi aktivitas keagamaan tetapi juga kehidupan sosial umat.
“Bantuan dari Satgas Pamtas Mobile Yonif 733/Masariku adalah berkat tak ternilai. Dengan jembatan yang aman, umat bisa lebih tenang beribadah dan kehidupan iman kami pasti semakin berkembang, ” tutur Pastor Sipri dengan mata berkaca-kaca.
Anak-anak pun kini berani melintas sambil berlari kecil, tertawa tanpa rasa takut. Senyum mereka menjadi bukti sederhana bahwa pembangunan infrastruktur sekecil apa pun bisa membawa kebahagiaan besar.
Misi Kemanusiaan di Perbatasan
Bagi Satgas Yonif 733/Masariku, menjaga perbatasan tidak sebatas pada aspek militer. Ada misi sosial dan kemanusiaan yang selalu mereka emban: hadir di tengah rakyat, memahami kebutuhan, dan menjadi solusi nyata. Perbaikan jembatan Paroki Santo Damian adalah salah satu contohnya.
“Menjaga perbatasan bukan hanya soal senjata. Ini juga tentang menjaga kehidupan, memberi harapan, dan menjadi saudara bagi masyarakat, ” tegas Letkol Julius.
Penutup: Pesan dari Ujung Negeri
Di tanah jauh dari hiruk-pikuk kota, jembatan sederhana di Asmat kini berdiri lebih kuat. Ia menjadi simbol kehadiran negara, simbol kebersamaan TNI dan rakyat, sekaligus simbol harapan yang akan terus hidup.
Satgas Yonif 733/Masariku meninggalkan jejak bukan hanya berupa papan kayu yang tersusun rapi, tetapi juga senyum, doa, dan harapan baru bagi masyarakat Papua. Sebuah pesan jelas dari ujung negeri: bahwa Indonesia hadir, dan akan selalu hadir, untuk rakyatnya.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono