JAKARTA - Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) kembali memanas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (31/10/2025). Kali ini, fokus utama tertuju pada pengungkapan fakta baru yang mengejutkan, melibatkan dugaan aliran dana fantastis ke salah satu petinggi PGN.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi kunci untuk memperjelas duduk perkara. Mereka adalah Ahmad Zakaria, seorang konsultan hukum; Muhammad Ridwan, Manajer Keuangan PT Inti Alasindo Energi (IAE); dan Arniwati dari bagian pembayaran PT PGN. Kehadiran mereka diharapkan dapat memberikan gambaran utuh mengenai aliran dana yang tengah diselidiki.
Dalam ruang sidang yang penuh ketegangan, jaksa membongkar informasi krusial: dugaan penyerahan uang senilai 375.000 dolar Amerika Serikat, setara dengan Rp6 miliar, dari Komisaris Utama PT IAE, Arso Sadewo, kepada mantan Direktur Utama PT PGN, Hendi Prio Santoso. Peristiwa ini disebut terjadi pada November 2017.
"Bahwa 375.000 dolar Amerika Serikat diberikan oleh Arso Sadewo kepada Hendi Prio Santoso pada bulan November 2017, benar saksi?" tanya jaksa kepada saksi dalam persidangan.
Muhammad Ridwan, sang Manajer Keuangan PT IAE, memberikan kesaksian yang mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya. Ia membenarkan adanya pencairan dana tersebut, meskipun dengan menggunakan voucer yang peruntukannya tidak sesuai. Awalnya, dana ini ditujukan untuk kepentingan PT Isar Aryaguna, perusahaan induk PT IAE.
"Pada saat itu kami menerima perintah dari Pak Sofyan (Direktur PT IAE) untuk mengembalikan dana senilai 375.000 dolar AS ke PT Isar Aryaguna. Lampirannya berupa voucer pengeluaran sekitar 500.000 dolar Singapura yang dibuat oleh PT Isar Aryaguna, " jelas Ridwan di persidangan.
Ridwan menegaskan posisinya sebagai Manajer Keuangan PT IAE pada tahun 2017 dan membenarkan keberadaan voucer tersebut. Namun, ia mengaku tidak mengetahui bahwa dana itu akan diserahkan secara pribadi kepada Arso Sadewo, apalagi Hendi Prio Santoso.
"Yang kami tahu, voucer itu dibuat untuk kepentingan Isargas, bukan untuk keperluan pribadi. Soal uang yang disebut untuk Pak Hendi, baru saya dengar dari Pak Arso Sadewo pada 28 Juli 2025, " tutur Ridwan. Ia mengaku mendengar pengakuan tersebut langsung dari Arso Sadewo saat berada dalam satu ruangan bersama beberapa orang lainnya.
Perkembangan kasus ini semakin menarik mengingat Arso Sadewo baru ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (21/10/2025), sementara Hendi Prio Santoso telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, namun berkasnya masih dalam proses pelimpahan. Kasus ini juga menjerat mantan Direktur PGN Danny Praditya dan mantan Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, yang kini berstatus terdakwa.
Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kerja sama jual beli gas antara PGN dan PT IAE yang diduga merugikan keuangan negara hingga 15 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp240 miliar. Jaksa dalam sidang sebelumnya menyebutkan, "(Perbuatan terdakwa) telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar 15 juta dolar Amerika Serikat."
Tak hanya merugikan negara, terdakwa Iswan Ibrahim juga diduga memperkaya diri sendiri sebesar 3, 58 juta dolar AS dan memperkaya pihak lain. Kerugian negara ini timbul akibat dugaan penyalahgunaan perjanjian kerja sama untuk memuluskan rencana akuisisi, di mana PGN diduga melakukan pembayaran di muka dalam proyek jual beli gas yang tidak sesuai prosedur.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan guna mendengarkan keterangan saksi lainnya yang diajukan oleh JPU KPK. (PERS)
















































