Skandal PTSL Desa Papringan: Lima Tersangka Korupsi Ditahan, Kerugian Negara Capai Rp907 Juta

1 month ago 18

SEMARANG - Komitmen Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang dalam memberantas tindak pidana korupsi kembali dibuktikan melalui pengungkapan kasus penyimpangan dana Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2020 di Desa Papringan, Kecamatan Kaliwungu. Dalam kasus ini, sebanyak lima orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.

Pengumuman penetapan tersangka disampaikan pada Senin, 28 Juli 2025, setelah tim penyidik Kejaksaan melakukan pemeriksaan intensif terhadap lima saksi yang terlibat sebagai panitia pelaksana program PTSL. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, Ismail Fahmi, S.H., M.H., menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk membawa kasus ini ke tahap penyidikan lanjutan.

Kelima tersangka yang ditetapkan memiliki inisial ST, BS, SP, SW, dan YS, dengan rincian peran sebagai berikut:

* ST adalah Kepala Desa Papringan yang menjabat sebagai pembina panitia PTSL.

* BS merupakan Ketua Panitia PTSL yang bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis program.

* SP bertugas sebagai Bendahara Panitia, mengelola seluruh dana dari masyarakat.

* SW dan YS, masing-masing sebagai anggota panitia, diduga kuat telah menyalahgunakan dana yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam penyelidikan, terungkap bahwa SW tidak menyetorkan dana sebesar Rp85.750.000, sementara YS tidak menyetorkan Rp59.500.000 dan bahkan diduga meminjam dana program sebesar Rp33.250.000 untuk keperluan pribadi.

Tak hanya itu, berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Semarang, negara mengalami kerugian sebesar Rp907.396.014 dalam kasus ini. Penyimpangan paling mencolok ditemukan pada besaran pungutan kepada warga. Warga dikenakan biaya antara Rp500.000 hingga Rp750.000 per bidang tanah, jauh melampaui ketentuan resmi dari Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang hanya menetapkan tarif Rp150.000 per bidang.

Pelanggaran terhadap Regulasi Resmi

Skema yang dijalankan oleh panitia pelaksana program PTSL ini diketahui menyimpang dari aturan resmi, tidak hanya melanggar SKB 3 Menteri, tetapi juga bertentangan dengan Peraturan Bupati Semarang Nomor 65 Tahun 2018. Hal ini mengindikasikan bahwa pelanggaran dilakukan secara sistematis dan terorganisir.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 serta Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan **Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kelima tersangka telah ditahan selama 20 hari ke depan, sejak tanggal 28 Juli hingga 16 Agustus 2025. Mereka ditempatkan di dua lokasi berbeda, yakni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambarawa dan Rutan IIB Salatiga.

Langkah Tegas Kejaksaan: Tidak Akan Berhenti di Sini

Dalam pernyataannya, Kajari Ismail Fahmi menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak akan berhenti pada lima tersangka. Kejaksaan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab atas penyimpangan dana program PTSL ini.

“Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini. Siapa pun yang terbukti ikut terlibat akan kami proses sesuai hukum yang berlaku, ” tegasnya.

Program PTSL sejatinya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum hak atas tanah masyarakat secara gratis atau terjangkau, sebagai bagian dari program strategis nasional. Namun, dalam kasus Desa Papringan, semangat tersebut justru dikotori oleh praktik penyimpangan dan pemanfaatan program untuk kepentingan pribadi sejumlah oknum.

Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang berharap pengungkapan kasus ini dapat menjadi peringatan keras bagi aparat desa dan panitia pelaksana program serupa, agar tidak menyalahgunakan kepercayaan dan bantuan dari pemerintah kepada rakyat. (*)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |