Tanah Leluhur Bali Terancam! Warga Pendatang Berstatus DPO Tolak Lepas Villa

20 hours ago 6

BADUNG – Konflik kepemilikan lahan kembali memanas di Bali. Sengketa tanah yang telah dimenangkan melalui keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 83 K/TUN/2025, kini menghadapi perlawanan dari pihak yang disebut berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), Lenny Yuliana Tombokan, melawan pemilik sah melalui kuasa hukumnya Mila Tayeb, S.H.

*Massa dari Nikolas Johan Kilikily penuhi jalan masuk Villa. 

Dari pantauan di lapangan, akses utama menuju kompleks villa yang disengketakan diduga berada di atas tanah milik Lenny Yuliana. Namun, area keseluruhan lahan beserta bangunan disebut merupakan milik sah dari klien Mila Tayeb.

Kasus ini tak hanya menyeret nama Lenny Yuliana Tombokan, tetapi juga Jefry Refly Tombokan, yang sama-sama berstatus DPO. Upaya tim kuasa hukum Mila Tayeb bersama I Ketut Putra Ismaya Jaya (Jro Bima) untuk masuk melalui akses belakang villa dihadang oleh pihak yang mewakili Nikolas Johan Kilikily, S.H., M.H.

Ketegangan pun tak terelakkan. Kedua kubu terlibat adu mulut dan saling tuding hingga nyaris berujung bentrokan fisik. Setelah hampir enam jam, mediasi yang difasilitasi aparat kepolisian akhirnya berlangsung meski berjalan alot.

Menurut catatan sebelumnya, pihak Lenny Yuliana telah melakukan penguasaan terhadap villa-villa tersebut selama bertahun-tahun sebelum putusan inkracht. Hal itu dinilai telah merugikan pemilik sah yang memenangkan perkara melalui jalur hukum. 

Kuasa hukum Mila Tayeb, S.H., menegaskan bahwa penguasaan tersebut telah berlangsung sejak 2022 secara paksa.

“Semua proses hukum sudah kami tempuh. Namun karena terus diabaikan, kami harus turun langsung bersama saudara dan rekan untuk merebut kembali hak atas tanah milik orang Bali, ” ujarnya, Jumat (31/10/2025).

Ia menambahkan, kerugian akibat penyewaan villa yang dikuasai pihak lawan mencapai miliaran rupiah.

“Satu unit villa saja bisa disewakan hingga Rp1 miliar per tahun. Jadi bisa dibayangkan kerugian yang ditanggung klien kami, ” tegasnya.

Pihaknya hanya berupaya menutup akses lahan yang menjadi hak sah pemilik, agar tidak lagi dikuasai pihak yang tak berhak.

Sementara itu, I Ketut Putra Ismaya Jaya (Jro Bima) menegaskan bahwa dirinya akan berdiri membela hak atas tanah Bali yang dianggap sebagai warisan leluhur.

“Ini tanah milik semeton Nyame Bali. Kami kasihan melihat tanah leluhur diperlakukan seperti ini. Kalau kita diam, tanah-tanah Bali bisa habis dikuasai pendatang, ” serunya.

Ia juga menyinggung praktik intimidasi oleh pihak lawan yang dinilainya “seolah kebal hukum.”

“Pariwisata kami hormati, tapi bukan berarti orang luar bisa seenaknya menginjak hak orang Bali. Kami siap berjuang, bahkan mati pun kami lawan demi tanah leluhur kami, ” tegasnya dengan nada emosional.

Di sisi lain, Nikolas Johan Kilikily, S.H., M.H., kuasa hukum pihak Lenny Yuliana, membantah tudingan melakukan penguasaan ilegal.

“Kami tidak menolak hukum. Kami hanya meminta proses eksekusi dilakukan resmi oleh pengadilan, bukan dengan cara-cara preman, ” jelasnya.

Ia juga menuturkan hasil kesepakatan terakhir antara kedua pihak: kawasan villa dikosongkan bersama, akses depan dan belakang digembok ganda, diberi police line, serta pihaknya akan menempuh langkah hukum lanjutan dengan menggugat perbuatan melawan hukum.

Meski demikian, pihak pemilik tanah menegaskan kembali hak atas lahan tersebut.

“Apa dasar kalian menempati tanah leluhur kami? Punya sertifikat? Punya alas hak?” teriak salah satu pihak di lokasi dengan nada marah.

Konflik ini menjadi potret baru ketegangan antara kepemilikan tanah leluhur di Bali dan para pendatang yang memanfaatkan celah hukum dalam perebutan aset pariwisata bernilai tinggi. (Ray) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |