Tidak Mengantongi Izin, ESDM Sita Lahan Tambang PT Weda Bay Nickel

3 hours ago 5

JAKARTA - Langkah tegas diambil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan melakukan penyitaan terhadap lahan tambang seluas 148, 25 hektar yang dikelola oleh PT Weda Bay Nickel (WBN). Keputusan ini diambil karena perusahaan patungan antara investor China, Prancis, dan BUMN ini tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk area tersebut.

PT WBN sendiri merupakan entitas bisnis yang besar, dengan komposisi kepemilikan mayoritas dipegang oleh Tsingshan Holding Group asal China sebesar 51, 3%. Disusul oleh Eramet dari Prancis dengan 37, 8% kepemilikan, dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) selaku BUMN yang memiliki 10% saham.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM, Rilke Jeffri Huwae, menjelaskan bahwa meskipun perusahaan memiliki izin operasi tambang di Pulau Halmahera, Maluku Utara, namun ada sebagian wilayah yang belum dilengkapi dengan IPPKH. Hal ini menjadi dasar dilakukannya penyitaan.

"Mereka punya izin tambang, tapi mereka tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Hutan, " tegas Jeffri dalam keterangan resmi yang diterima pada Selasa (16/9/2025).

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, PT WBN mengelola total kawasan tambang seluas 45.065 hektar berdasarkan Kontrak Karya (KK) dengan nomor izin 239.K/30/DJB/2019. Lahan yang disita oleh pemerintah, yakni 148, 25 hektar, hanya mencakup 0, 33?ri keseluruhan area yang mereka kelola. Izin operasi perusahaan ini berlaku hingga 27 Februari 2048, dengan fokus pada penambangan bijih nikel.

Tahun ini, PT WBN menargetkan produksi nikel sebesar 42 juta ton. Angka ini merupakan peningkatan dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebelumnya yang mencapai 32 juta ton. Perusahaan mendapatkan tambahan RKAB produksi sebesar 10 juta ton dari Kementerian ESDM.

CEO Eramet Indonesia, Jerome Baudelet, mengonfirmasi hal ini. "32 (juta ton), tapi baru-baru ini kami mendapat perpanjangan dari Kementerian ESDM sebesar 10 juta ton lagi. Jadi, produksi yang diharapkan untuk tahun ini seharusnya sekitar 42 juta (ton), " ungkapnya di Jakarta, Senin (25/8/2025).

Secara rinci, produksi 42 juta ton tersebut terbagi menjadi dua jenis nikel. Sebanyak 30 juta ton berasal dari jenis nikel kadar tinggi atau saprolit. Dari jumlah ini, 27 juta ton akan disalurkan ke smelter Nickel Pig Iron (NPI) di Indonesia, sementara 3 juta ton dialokasikan untuk smelter milik Eramet. Sisanya, 12 juta ton, diproduksi dari jenis nikel kadar rendah atau limonit, yang akan disuplai ke smelter High Pressure Acid Leach (HPAL).

"Dan RKAB baru yang kami dapatkan adalah untuk limonit. Ini untuk memasok pabrik HPAL di Weda Bay, " tambah Baudelet.

Perusahaan memperkirakan cadangan nikel di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) mampu menopang produksi selama 22 tahun. Dengan kapasitas saat ini, produksi nikel di IWIP berpotensi mencapai 60 juta ton per tahun.

"Tapi itu tergantung pemerintah apakah mereka mengizinkan kami memproduksi volume sebesar ini. Saat ini kami punya 42 juta (ton). Kalau bisa, katakanlah di tahun 2027, 2028, kami bisa dapat 60 juta. Itu akan membantu kami memasok industri HPAL, " tandasnya. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |