Suakbumi, - 6 September 2025, - Di tengah arus modernisasi dan gaya hidup serba cepat, masyarakat Jawa Barat terus menjaga tradisi makan bersama yang sarat makna: ngaliwet. Lebih dari sekadar menyantap nasi liwet, ngaliwet adalah perayaan kebersamaan, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap alam. Tradisi ini kembali digaungkan oleh Ruslan Raya Mata Sosial, sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai lokal yang menguatkan karakter sosial masyarakat.
“Ngaliwet bukan hanya soal makan, tapi soal menyatukan hati. Di atas daun pisang, kita duduk sama rendah, makan sama rata, dan tertawa sama hangat. Di sanalah nilai kebersamaan tumbuh, ” ujar Ruslan.
Apa Itu Ngaliwet? Ngaliwet berasal dari kata “liwet” yang berarti menanak nasi dengan cara khas Sunda. Nasi dimasak bersama bawang merah, daun salam, serai, dan garam, menghasilkan aroma harum dan rasa gurih yang khas. Setelah matang, nasi disajikan di atas daun pisang yang digelar memanjang, menggantikan piring dan meja makan. simpelnya, tradisi makan bersama yang menyatukan rasa, nilai, dan alam, Itulah Ngaliwet atau juga botram.
Lauk pauk yang menyertai ngaliwet biasanya terdiri dari:
Ikan asin atau ikan bakar – gurih dan sederhana, dimasak langsung atau ditaruh di atas nasi saat hampir matang
Lalaban segar – seperti kemangi, mentimun, kol, dan terong rebus
Sambal pedas – sebagai pengikat rasa dan pemantik selera
Kerupuk renyah – pelengkap tekstur dan simbol rakyat yang meriah
Semua hidangan disusun rapi di atas daun pisang, dibagi rata sesuai jumlah peserta. Makan dilakukan bersama-sama, menggunakan tangan, tanpa sekat status atau usia. Lokasi ngaliwet pun dipilih yang alami: di kebun, tepi sungai, halaman rumah, atau bawah pohon rindang.
“Ngaliwet adalah ruang sosial yang jujur. Tidak ada protokol, tidak ada formalitas. Yang ada hanya rasa syukur, tawa, dan cerita yang mengalir di antara suapan, " ungkapnya.
Tradisi ini mengajarkan kita bahwa kebersamaan tidak harus mahal. Cukup nasi, ikan, lalaban, kerupuk, dan sambal—yang penting niat dan hati yang terbuka.”
“Saya percaya, ngaliwet bisa menjadi gerakan sosial. Ia menghidupkan nilai gotong royong, kesetaraan, dan cinta terhadap pangan lokal, " tambahnya.
Ngaliwet bukan sekadar tradisi kuliner, melainkan warisan sosial yang membentuk karakter masyarakat. Di tengah tantangan zaman, Ruslan Raya Mata Sosial mengajak generasi muda untuk kembali ke akar: menyantap makanan dengan rasa hormat, menyatu dengan alam, dan saling menguatkan dalam kebersamaan.
Karena di atas daun pisang, bukan hanya nasi yang dibagi—tetapi juga nilai, cerita, dan harapan.