Sukabumi, Minggu (09/11/2025) – Setelah peluh dan batu berpindah tangan dalam estafet gotong royong, warga Desa Cikahuripan tak langsung pulang. Mereka berkumpul, duduk bersila di bawah rindang pohon, di bawah tenda darurat, dan dipinggir sungai, menikmati hidangan sederhana yang dimasak penuh cinta oleh Bu Kades dan para ibu warga. Suasana hangat, tawa lepas, dan aroma masakan rumahan menyatu jadi penyemangat manis dari kerja bakti yang penuh semangat.
Sejak pagi, warga dari berbagai dusun bahu-membahu mengangkut batu untuk mengisi bronjong di titik-titik rawan longsor. Estafet batu bukan sekadar teknik, tapi simbol kekompakan. Anak-anak muda, bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan para sesepuh ikut turun tangan. Tak ada komando keras, hanya irama gotong royong yang mengalir alami.
“Kami tak hanya membangun tanggul, tapi juga membangun harapan, ” ujar Jaro Midun, Kepala Desa Cikahuripan, yang turut mengangkat batu bersama warga.
Setelah bantu terkumpyul, warga tak langsung bubar. Di dapur darurat, Bu Kades dan para ibu memasak dengan tangan sendiri. Nasi liwet, sambal terasi, ikan asin, dan sayurlainnya tersaji hangat. Setiap suapan terasa istimewa—bukan karena bumbunya, tapi karena sentuhan kasih sayang dan rasa syukur yang menyatu dalam setiap piring.
“Masakan ini bukan sekadar makanan, tapi bentuk cinta kami untuk desa, ” ucap Bu Kades sambil menyendokkan sayur ke piring warga.
Makan bersama jadi momen reflektif. Warga saling bercanda, saling mendoakan, dan saling menguatkan. Di tengah keterbatasan, Cikahuripan menunjukkan bahwa desa bermartabat bukan soal fasilitas, tapi soal hati yang tabah dan tangan yang tak ragu untuk saling menggenggam.
Desa Cikahuripan hari ini bukan hanya kuat menghadapi bencana, tapi juga kaya akan semangat kebersamaan. Di sinilah Sukabumi yang mubarokah dan Jawa Barat yang istimewa benar-benar terasa: bukan di gedung tinggi, tapi di tanah yang dijaga bersama.













































