Banjir Tiga Tahun Berturut-turut, Arianto: Pemda Barru 'Mager' dan Buta Anggaran

4 weeks ago 11

OPINI - Kota Barru kini telah sah menjadi langganan bencana, bukan hanya fenomena alam biasa. Selama tiga tahun berturut-turut, banjir besar yang terjadi telah meluluhlantakkan wilayah ini, jauh melampaui keparahan banjir di masa lampau. 

Kini, kita kembali menatap musim hujan yang diprediksi membentang dari Oktober hingga Februari 2026. Pertanyaannya: Apa yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barru? 

Jawabannya mengecewakan: hampir tidak ada. Dalam menghadapi ancaman nyata ini, Pemkab Barru menunjukkan sikap terbaca jelas sebagai kemalasan strategis dan ketiadaan inisiatif. 

Padahal, kerugian material dan penderitaan sosial akibat banjir tahun-tahun sebelumnya sudah selayaknya menjadi cambuk panas yang mendesak tindakan. Namun, alih-alih bergerak, Pemda Barru tampaknya lebih memilih untuk 'malas gerak' (Mager), bergeming menghadapi potensi bencana yang sudah di depan mata.

Prioritas Terbalik: Anggaran untuk Rakyat Dikorbankan demi "Gaya Hidup" Pejabat

Kritik paling pedas datang dari analisis anggaran yang dibongkar oleh LSM lokal. Bagaimana mungkin di tengah ancaman banjir yang merenggut kerugian besar bagi masyarakat, justru terjadi penghapusan anggaran untuk peningkatan kanal banjir? 

Ini adalah tindakan yang tidak masuk akal dan patut dicurigai sebagai pengabaian publik yang disengaja. Ironisnya, di saat yang sama, anggaran administrasi dan operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah justru mengalami lonjakan fantastis, hampir mencapai seratus persen! 

Ini bukan hanya sekedar pergeseran anggaran biasa; ini adalah pernyataan politis yang telanjang: Pemda dan DPRD Barru secara terang-terangan tidak peka, buta, dan tuli terhadap penderitaan serta kerugian masyarakat akibat dampak banjir.

Mereka memilih untuk memprioritaskan kenyamanan dan "gaya hidup" elite daripada keselamatan dan kepentingan mendasar rakyat.

Jangan Hanya Berteater 'Wisata Iba'

Sebagai warga Barru, kami muak dan jengah dengan skenario pascabanjir yang selalu berulang: setelah bencana terjadi, para pejabat baru sibuk bergerak ke bawah melakukan 'wisata iba', mengucapkan keprihatinan yang hambar dan tak berguna, serta ber-'selfie-selfie ria' saat menyerahkan bantuan yang sifatnya tambal sulam.

Tindakan seremonial itu tidak ada gunanya! Itu hanya teater kepemimpinan yang bertujuan menyelamatkan muka, bukan menyelamatkan nyawa dan harta. Yang kami tuntut adalah upaya antisipasi nyata sejak dini, bukan drama setelah kerugian terjadi.

Keberpihakan pada rakyat, terutama rakyat bawah, harus dapat dibaca secara transparan dan konkret dalam setiap lembar APBD dan APBDP, bukan sekedar 'lips service' (janji di bibir) politik yang kosong.

Faktor cuaca memang tak terhindarkan, namun yang membedakan pemerintah yang berpihak dengan yang abai adalah kemauan dan upaya strategisnya dalam mengantisipasi. 

Pemkab Barru harus segera membuktikan bahwa mereka bukan sekumpulan pejabat yang terlena dan tak becus dalam mengelola risiko bencana di wilayahnya sendiri. Bergerak sekarang, atau Anda akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang gagal melindungi rakyatnya.

Pemred JURNAL - Arianto

Read Entire Article
Karya | Politics | | |